BAB III
KROMATOGRAFI
PENDAHULUAN
Berbagai metode kromatografi
memberikan cara pemisahan paling kuat di laboratorium kimia. Metode
kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk
pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada
tahap permulaan untuk semua cuplikan dan kromatografi preparative hanya
dilakukan jika diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan secara
kromatografi dilakukan juga diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan secara
kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika
umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat ialah: (1) Kecenderungan molekul
untuk melarut dalam cairan (kelarutan), (2) Kecenderungan molekul untuk melekat
pada permukaan serbuk halus (adsorpsi, penjerapan) dan (3) Kecenderungan
molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian).
Pemisahan
dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan salah
satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut. Keempat
teknik kromatografi itu adalah: Kromatografi Kertas (KKt), Kromatografi Lapis
Tipis (KLT), Kromatografi Gas Cair (KGC), dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT). Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat
kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisah. KKt dapat digunakan
terutama bagi kandungan tumbuhan yang mudah larut dalam air (karbohidrat, asam
amino, dan senyawa fenolat), KLT merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua
kandungan yang larut lipid (lipid, steroid, karotenoid, dan klorofil), KGC
penggunaannya terutama untuk minyak atsiri (asam lemak, mono- dan seskuiterpen,
hidrokarbon, dan senyawa belerang), cara lain yaitu KCKT, dapat memisahkan
kandungan yang keatsiriannya kecil. KCKT adalah suatu metode yang menggabungkan
keefisien kolom dan kecepatan metode analisis.
METODE
ISOLASI
Metode pemisahan dan pemurnian
kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan salah satu dari empat
teknik atau gabungan teknik tersebut.
Kromatografi
dapat digolongkan :
Berdasarkan
sifat-sifat dari fasa tetap :
1.
Berupa
zat padat (Kromatografi serapan
(Adsorption Chromatography )
2. Berupa zat cair (Kromatografi
partisi ( Partition Chromatography )
Berdasarkan fasa gerak yang dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat
macam sistem kromatografi :
1.
Fasa
gerak zat cair, fasa tetap padat :
Dikenal sebagai kromatografi serapan yang meliputi :
- Kromatografi
Lapis Tipis : KLT : TLC
- Kromatografi
Penukar Ion : IEC :Ion Exchange Chromatography
2.
Fasa
gerak gas, fasa tetap padat :
Kromatografi Gas Padat : GSC : Gas Solid Chromatography
3.
Fasa gerak zat cair, fasa tetap zat cair :
Dikenal sebagai Kromatografi Partisi
Kromatografi Kertas : K Kt : PC : Paper Chromatography
4.
Fasa
gerak gas, fasa tetap cair :
Kromatografi Gas-Cair : GLC :
Gas Liquid Chromatography
Kromatografi Kolom Kapiler
PRINSIP
UMUM
1.
Pola
elusi kromatografi
Sejumlah sampel yang dilarutkan dalam fasa gerak, dituangkan pada puncak
kolom atau awal elusi, dengan segera terdistribusi diantara kedua fasa gerak
dan fase diam. Dengan tambahan fasa gerak (eluen), solven yang mengandung
sebagian dari sampel akan terdesak ke bagian fase diam atau kolom yang lebih
bawah, dan akan terjadi distribusi baru antara fasa gerak dan fasa diam baru.
Dalam waktu yang bersamaan, distribusi baru juga terjadi pada puncak kolom
atau dari awal penotolan antara fasa gerak baru dengan fasa diam yang telah
mengandung sebagian sampel. Karena solut hanya dapat bergerak dengan fasa
gerak, rata-rata kecepatan migrasi solut tergantung pada fraksi waktu pada saat
solut berada dalam fasa gerak. Apabila solut mengalami retensi pada fasa diam,
fraksi waktu ini akan lebih kecil bila dibandingkan terhadap solut yang tidak
mengalami retensi. Perbedaan kecepatan migrasi dari masing-masing solut dalam
campuran menyebabkan terjadinya pemisahan campuran menjadi pita-pita solut
sepanjang kolom atau noda sepanjang fase diam.
Proses terbawanya solut dari puncak kolom atau awal penotolan sampai akhir kolom atau akhir perjalanan eluen
disebut Elusi.
2.
Koefisien
partisi atau konstanta distribusi
Apabila
solut masuk dalam sistem kromatografi, segera akan terdistribusi
diantara fasa diam dan fasa gerak. Bila alir fasa gerak dihentikan, akan
terjadi keseimbangan diantara kedua fasa, dan perbandingan konsentrasi pada
tiap fasa dapat digambarkan sebagai Koefisien Partisi ( K ) :
Cs
K = ────
Cm
Koefisien partisi ini disebut juga Konstanta
Distribusi. Cs dan Cm adalah konsentrasi solut dalam fasa diam dan fasa gerak.
Koefisien partisi menggambarkan kecepatan rata-rata tiap solut pada waktu fasa
gerak bergerak ke ujung kolom. Pada keadaan ideal, harga rasio partisi konstan
untuk kisaran konsentrasi yang luas, sehingga Cs proporsional terhadap Cm dan korelasi antara keduanya membentuk kurva
garis lurus.
Bila harga K besar berarti populasi
dalam fasa diam lebih besar daripada populasi dalam fasa gerak, sehingga
rata-rata molekul menghabiskan waktunya lebih lama di dalam fasa diam.
3.
Retensi
solut
Retensi menunjukkan adanya distribusi solut antara
fasa gerak dan fasa diam. Volume fasa gerak yang dibutuhkan untuk membawa pita
solute dari titik injeksi / permulaan kolom, melalui kolom, didefinisikan
sebagai Volume Retensi ( retention volume = VR ).
VR = tR. Fc
tR adalah waktu retensi, Fc adalah kecepatan
alir volumetric yang dinyatakan dengan volume fasa gerak persatuan waktu.
4. Rasio partisi atau faktor kapasitas
Rasio
kapasitas didefinisikan sebagai rasio jumlah solut dalam fasa diam terhadap
jumlah solut dalam fasa gerak.
Cs Vs Vs
K’
= ------- = K ----
CMVM
VM
Rasio kapasitas juga dapat dinyatakan sebagai
rasio waktu yang dibutuhkan untuk elusi solut dalam kolom terhadap waktu yang
dibutuhkan untuk elusi solut tak ditahan kolom.
Jika harga K’ > 10, membutuhkan waktu analisis yang lama,
sedangkan bila harga K’ < 1, solut yang segera terelusi keluar
kolom, tidak terpisah.
Fraksi waktu
tinggal solut dalam suatu fasa hampir sama bagi seluruh molekul solut yang pada
waktu itu berada bersamaan dalam salah satu fasa, oleh karena itu rata-rata
fraksi waktu tinggal solut dalam fasa gerak :
CM VM 1
-------------- = -------
CM VM + Cs Vs 1 + K’
Sedangkan
waktu tinggal solut dalam fasa diam :
Cs Vs
K’
-------------- = -------
CM VM + Cs Vs 1 + K’
5.
Retensi
relatif
Retensi
relatif ( a ) antara dua solut, solut 1 yang terelusi
sebelum solut 2, dapat dinyatakan dengan
berbagai tetapan
V’ R,2 t’ R,2
a = ------ = -----
V’ R,1 t’
R,1
VR,2
- VM,2 tR,2 - tM,2
= ----------- = ----------
VR,1
- VM,1 tR,1
- tM,1
Retensi relatif
tergantung pada :
a.
sifat
fasa gerak dan fasa diam
b.
temperatur
kolom pada waktu bekerja
Kekuatan elusi pelarut pada silika dan polaritas
pelarut
Totolan
bercak sekecil mungkin
Biasanya
1- 2 mm, totolan besar: bercak menyebar dan bertumpuk
Digunakan
pelarut sampel yang bisa melarutkan sampel dengan baik, tetapi mudah
menguap dan daya elusinya kecil
Secara
manual/otomatis
Dapat
digunakan pipa kapiler, mikropipet, mikrosiring
|
1.
KROMATOGRAFI
KERTAS
Pada kromatografi kertas sistem partisi sebagai fasa pendukung dipakai
kertas saring biasa atau kertas Whatman. Jadi faktor yang bekerja pada
kromatografi kertas adalah pembagian/partisi antara fasa stasioner yang terdiri
dari kompleks air-selulosa dan fasa mobil (cairan penghantar). Pada
kromatogarfi kertas, serat-serat selulosa mempunyai afinitas yang kuat terhadap
air, maka air akan diikat sebagai fasa stasioner. Fasa mobil akan mengalir
melalui kertas yang mengandung zat tersebut; maka akan terjadi pembagian zat itu
antara fasa mobil dengan fasa stasionernya. Dalam pengalirannya bila fasa mobil
tiba pada kertas/bagian kertas yang tidak/belum mengandung zat, maka akan
terjadi pembagian; yaitu pembagian zat yang terlarut dalam pelarut organik
(fasa mobil) akan pindah ke fasa stasioner. Proses ini berlangsung
terus-menerus selama fasa mobil mengalir, sehingga akan terjadi perpindahan zat
dari titik asalnya ke suatu titik tertentu menurut arah pengaliran fasa mobil.
Dengan demikian akan terjadi pemisahan dari zatnya. Supaya terdapat pembagian
yang ideal, maka harus memenuhi syarat :
a. zat yang melarut tidak boleh teradsorpsi
oleh fasa pendukung.
b.
koefisien
pembagian zat itu tidak boleh dipengaruhi oleh konsentrasinya atau adanya
zat-zat lain.
Analisis pembagian secara kromatografi kertas secara singkat dilakukan
sebagai berikut :
-
Campuran
zat yang akan diperiksa dilarutkan dalam pelarut (sebaiknya yang mudah menguap)
- Larutan
zat itu diteteskan pada kertas
- Elusi
dalam kolom dan sesudah kering difiksasi / dicelupkan dengan suatu pereaksi
tertentu ataupun secara fisika.
Cara
melakukan perhitungan harga Rf:
Pembagian kromatografi kertas
Berdasarkan
dimensinya : satu dimensi dan dua dimensi
Berdasarkan jalannya elusi : *
cara menaik
* cara menurun
* cara mendatar / sirkuler
1.
Kromatografi Kertas Menaik ( Ascending
Methods )
a.
Satu
dimensi
Cara ini paling banyak dipakai dalam praktek. Kita ambil
kertas saring/Whatman panjang ±
30 cm lebar 5 – 6 cm. Pada jarak 2,5
– 3 cm dari ujung bawah dibuat garis dengan pensil. Pada jarak 2 cm ditotolkan
zatnya dengan pipa kapiler dimana ø tak boleh > 3 mm. Elusi dalam kolom tertutup (yang telah
dijenuhkan) dengan zat pengelusi tertentu sampai batas permukaan tertentu ( ¾ x
panjang kertas). Keringkan, fiksasi/ dengan sinar UV.
Kebaikan :
Untuk pemeriksaan
pendahuluan dapat dicobakan dengan memakai tabung yang kecil dan untuk
menjenuhkan diperlukan waktu yang relatif singkat.
Keburukan :
Larutan elusi
kadang-kadang hanya dapat naik sampai 25 cm, karena gravitasi bumi, dimana
kadang-kadang kita memerlukan jarak > 25 cm,
sebab harga Rf dua zat yang hampir bersamaan akan terdapat noda-noda yang belum
terpisah betul, maka dilakukan lebih lanjut dengan kromatografi dua dimensi.
b. Dua dimensi
Digunakan bila
dengan cara satu dimensi pemisahan zat tidak sempurna karena harga Rf dari
zat-zat itu hampir sama nilainya.
Banyak dipakai untuk asam-asam amino yang
difiksasi dengan ninhidrin.
Pada kromatografi
menurun dari dua zat yang berdekatan ( Rfnya) mungkin masih dapat dipisahkan
dengan mengelusi terus, tetapi pada cara menaik hal ini tidak mungkin tercapai
karena jarak yang ditempuh oleh zat cair penghantar dibatasi oleh gaya
gravitasi bumi.
Dalam hal demikian
untuk memisahkan campuran dapat digunakan Kromatografi Dua Dimensi, elusi
dilakukan dua kali berturut-turut. Arah elusi kedua diambil tegak lurus pada
arah elusi pertama, sedangkan zat cair penghantar untuk kedua elusi tidak sama
satu sama lain.
Misal : Campuran
yang hendak dipisahkan ( A+B+C ) ditotolkan pada tempat x. Elusi dengan zat
penghantar EI → didapat komponen A dan B yang belum terpisah karena harga Rf
yang berdekatan dengan eluen ini, sedangkan C sudah terpisah sempurna. Maka
dielusi sekali lagi dengan zat cair penghantar EII (eluen II). Supaya terpisah A dari B harus
dipisahkan sedemikian rupa eluennya sehingga harga Rf A tidak berdekatan dengan
Rf zat B.
2. Kromatografi Kertas Menurun ( Descending
Method )
Prinsip sama dengan kromatografi menurun, hanya larutan elusi dijalankan
dari atas ke bawah dengan alat khusus.
3.
Kromatogarfi Kertas Mendatar / Sirkuler
Dengan cara ini dipakai suatu
kertas yang bulat dan ditengahnya diberi lubang tempat untuk meletakkan sumbu
yang terbuat dari gulungan kertas dimana melalui ini pelarut dapat naik, yang
kemudian membawa kertas, untuk kemudian mengembang melingkar membawa senyawa
yang dipisahkan.
Kesukaran
larutan eluen bergerak kurang cepat, untuk mengatasi ini larutan eluen
diteteskan dari atas.
Menentukan
noda :
·
bila
dipakai satu pereaksi warna maka seluruh kertas disemprot
· bila dipakai beberapa pereaksi, gunting
menjadi beberapa sektor, masing-masing sektor disemprot dengan berbagai
pereaksi
Kebaikan :
a. Kerja
cepat dan rapih, untuk kertas ø 20 cm dalam waktu 2 jam, kertas ø 32 cm dalam
waktu 4 – 5 jam.
b.
Pemisahan
zat-zat lebih jelas dari cara 1 dan 2.
c.
Dapat
dipotong-potong menjadi sektor.
d.
Masing-masing
pereaksi dapat dipakai sekaligus.
e.
Dapat
untuk menentukan secara kuantitatif.
Fase Diam
Kertas terdiri dari serat-serat selulosa yang mengandung “kotoran”
tergantung dari jenis kertasnya. Misalnya kotoran yang berupa ion logam ( Ca2+,
Mg2+, Fe3+, Cu2+, dll ) Dapat mengganggu karena terjadi pertukaran ion. Kertas yang khusus dibuat untuk
kromatografi telah mengalami proses-proses pemurnian, misalnya pencucian dengan
HCl dan lain-lain untuk menghilangkan ion-ion logam. Adapula pada pembuatannya,
kertas itu serat-serat selulosanya tersusun menurut arah tertentu. Pada kartas
kromatografi sering tanda ( → ) untuk menunjukkan arah elusi. Elusi sebaiknya
dilakukan menurut arah panah itu ( arah serat ) supaya diperoleh noda-noda yang
lebih nyata.
Kertas kromatografi banyak jenisnya. Aliran pelarut (eluen) pada kertas
pada suhu tertentu dipengaruhi oleh kerapatan atau ketebalan kertas.
Kertas antara lain mempengaruhi
:
1. baik
tidaknya pemisahan
2. jelas
atau tidaknya noda
3. pembentukan
“ekor” noda
4. kecepatan
mengalir pelarutnya
5. harga
Rf
Kertas yang banyak dipakai
adalah kertas Whatman. Kertas Whatman No. 4 mempunyai karakteristik mirip
seperti no.1, tetapi memberikan efek dua kali lebih cepat. Kertas-kertas yang lebih
tebal ( Whatman no.3 ) biasanya digunakan untuk pemisahan jumlah yang lebih
besar, karena mereka dapat menempung lebih banyak “cuplikan” tanpa menaikkan
area dari noda mula-mula.
Kertas disediakan dalam bermacam-macam standard,
bulatan dan gulungan dan dalam bentuk tertentu. Harus disimpan di tempat jauh
dari setiap sumber uap (terutama ammonia, yang mempunyai afinitas tinggi
terhadap selulosa ) dan jangan ditempatkan pada tempat yang mempunyai perubahan
kelembaban yang tinggi.
Karakteristik dari kertas-kertas kromatografi
Tipe Kertas
|
Kecepatan aliran
|
||
|
Cepat
|
Sedang
|
Lambat
|
Kertas Tipis
|
No. 4
No.54
No.540
|
No.7
No.1
|
No.2
No.30
|
Kertas Tebal
|
No.31
No.17
|
No.3
No.3 mm
|
|
Perbedaan antara jenis-jenis kertas terletak pada
:
·
kerapatan serat-serat
·
kecepatan mengalir (flow rate) larutan elusi
·
tebal kertas
·
kehalusan permukaan
·
cara pembuatan dan pemurnian
Adanya kertas yang dipakai
harus didapar (buffer) dulu untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Dapar /
buffer yang biasa dipakai adalah :
1.
sitrat-fosfat pH 8 - 9 untuk barbital
2. fosfat pH 8 dan borat pH 8
2. Pelarut
Beberapa larutan elusi yang sering dipakai :
Golongan
|
Larutan Elusi
|
Sulfa-sulfa, asam-asam organik, fenol
|
Normal butanol 40 ml
NH4OH
10 ml
Aqua ad 100 ml
Kocok kuat-kuat dan diamkan beberapa jam, timbul 2 lapisan, ambil
lapisan n-butanolnya yang jenuh dengan NH4OH
Disebut Butanol/NH3/air
|
Asam-asam amino
|
* Fenol/air larutan jenuh
* n butanol/asam cuka/air
4 : 1 : 5
* n butanol/asam cuka/air
12 : 3 : 5
* n butanol/piridin/air
1 : 1 : 1
|
Alkaloida
|
Normal butanol 100
Asam cuka biang 10
Jenuhkan dengan air (penambahan air
sedikit-sedikit sambil dikocok sampai tampak adanya lapisan air di bawah)
Ambil bagian yang jernih
|
Karbohidrat
|
* etil asetat/piridin/air 2 : 1 : 2
* etil asetat/n propanol/air
6 : 1 : 3
* etil asetat/asam cuka/air
3 : 1 : 3
|
Asam-asam lemak
|
n butanol/1,5 M NH3 larutan jenuh
|
Fe, Cl, Br, I ( garam-garam Na )
|
Piridin/air 90 : 10
|
Hg, Pb, Cd, Cu, Bi (klorida-klorida)
|
n butanol/3 M HCl larutan jenuh
|
Larutan elusi pada kromatografi pembagian umumnya
terdiri dari 2 fase, yaitu fasa air (stasioner) dan fasa mobil (pelarut
organik). Pemilihan larutan elusi ditentukan oleh banyak faktor, terutama oleh
kelarutan zat yang diperiksa dalam pelarut.
Perbandingan di
atas menentukan harga Rf, makin besar perbedaan nilai tersebut makin baik
pemisahan. Kecepatan mengalir
larutan elusi juga berpengaruh. Umumnya larutan elusi yang lambat bergeraknya
memberi noda-noda yang jelas.
Rf terutama sekali dipengaruhi oleh koefisien
pembagian itu, selain itu dipengaruhi oleh temperatur / suhu, tekanan uap /
kelembaban udara. Selama elusi ruang kromatografi harus jenuh uap larutan itu,
maka sebelum elusi dimulai harus disediakan waktu untuk menjenuhkan ruangan itu
dengan uap larutan elusi. Temperatur selama elusi harus konstan. Karena dalam
praktek tidak selalu dapat diadakan pada keadaan-keadaan yang sudah ditentukan,
seringkali digunakan zat pembanding untuk membantu identifikasi.
Syarat larutan
elusi :
·
tidak boleh bereaksi dengan zat
·
harus cukup stabil, sehingga waktu penguraian
tidak mengalami perubahan
·
mudah menguap sehingga kertas mudah dikeringkan
·
viskosita
tidak selalu besar sehingga pengaliran tidak terlalu lama
Sedangkan kecepatan merambat elusi selain
tergantung pada viskosita juga tergantung dari mutu kertas, berat jenis dan
tegangan permukaan.
3. Cara menyatakan noda ( pendeteksi )
Pada kromatografi dari
zat yang tidak berwarna, maka tidak akan tampak dimana letak noda setelah
dielusi, untuk mengetahui tempat nodanya dapat dipakai cara :
a. Cara fisika
Untuk zat-zat yang berfluoresensi dapat dilihat di bawah sinar
UV 254 nm dan 366 nm, dimana nantinya akan nampak bintik-bintik fluoresen.
b. Cara kimia
Kromatogram
dikerjakan dengan pereaksi warna sehingga nampak noda-noda berwarna.
c.
Cara mikrobiologi
Terutama untuk menyatakan antibiotika dan vitamin.
Dengan pereaksi warna
:
Banyak
sekali pereaksi warna yang dapat dipakai untuk maksud ini, yang perlu
diperhatikan :
a. Kekhasan ( spesifisitas )
Suatu pereaksi warna dapat memberi warna khas/spesifik dengan
suatu warna tertentu. Tetapi banyak pula pereaksi yang memberi warna sama
dengan segolongan zat, untuk ini identifikasi didasarkan atas harga Rf. Jadi
secara umum untuk identifikasi suatu zat diperhatikan warna serta Rf nya.
b. Kepekaan
Untuk kebanyakan
reaksi warna, penggunaannya pada kertas mengurangi kepekaan. Tetapi sebaliknya
ada pula kemungkinan bahwa warna yang diperoleh pada kertas lebih jelas dari
warna pada reaksi tetes.
Cara
mereaksikan :
a.
Dengan menyemprotkan ( spraying )
Dengan suatu alat penyemprot, pereaksi disemprotkan pada
kromatogram. Pereaksi jangan terlalu berlebih karena dapat menyebabkan
noda-noda kurang jelas kelihatan. Dianjurkan untuk memperhatikan pada bagian
belakang dari kertasnya ( jadi bagian yang tidak langsung berhubungan dengan
pereaksi ) karena seringkali memperlihatkan noda-noda yang lebih jelas.
b.
Dengan mencelupkan (dipping)
Kromatogram dicelupkan dalam larutan pereaksi dan didiamkan
selama waktu tertentu.Cara ini hanya dapat dilakukan bila zat yang akan
dinyatakan tidak larut dalam pereaksi tersebut. Sebelum direaksikan dengan
pereaksi (warna), kromatogram dikeringkan dulu. Pengeringan dilakukan pada suhu
kamar dan dapat juga dengan pemanasan setelah penambahan pereaksi,
kadang-kadang perlu pemanasan lagi agar noda-noda kelihatan lebih jelas,
misalnya mendeteksi asam amino dengan ninhidrin. Pada suhu kamar baru
memberikan warna setelah kira-kira 24 jam. Tetapi pada pemanasan pada kira-kira
100 0C warna akan timbul setelah kira-kira empat menit.
2. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Kromatografi Lapis Tipis ( KLT ) adalah suatu
cara pemisahan yang berdasar pada pembagian campuran dua senyawa dalam dua fasa
dimana fasa gerak bergerak terhadap fasa diam. Fasa diam berupa suatu bidang
datar.
Keuntungan dari metode Kromatografi Lapis Tipis
adalah :
·
Pemisahan yang amat baik (noda yang dipisahkan lebih
jelas dan terlokalisir)
· Waktu yang diperlukan lebih singkat
·
Alat yang dipakai lebih sederhana dan relative murah
Kerugiannya :
· Sukar dalam penyimpanannya
· Ketelitian dan ketepatannya kurang baik
Teori Kromatografi Lapis Tipis umumnya sama
dengan teori dari kromatografi kolom. Pada Kromatografi Lapis tipis derajad
retensi dinyatakan sebagai faktor penghambatan (“Retardation factor” = Rf)
Jarak
gerakan zat terlarut Jumlah mol zat terlarut dalam fasa
gerak
Rf = -------------------------
= ----------------------------------
Jarak gerakan pelarut Jumlah mol
zat terlarut dalam kedua fasa
·
Jarak gerakan pelarut diukur sampai bidang batas pelarut
· Jarak gerakan
zat terlarut diukur sampai tengah-tengah bercak atau titik kerapatan maksimum
Jarak lintasan yang ditempuh rata-rata molekul
zat terlarut = kecepatan pelarut x waktu yang dihabiskan dalam fasa gerak.
Faktor penghambatan (Rf) dapat dinyatakan sebagai perbandingan jumlah molekul
dalam masing-masing fasa atau sebagai pembagian zat terlarut antara dua fasa.
Harga Rf merupakan bentuk modifikasi dari tetapan keseimbangan dan
bergantung pada ukuran-ukuran retensi seperti halnya pada kromatografi kolom.
Nilai Rf
dipengaruhi oleh beberapa variable seperti : penyerap, cara pengembangan,
ukuran dan kadar cuplikan, jarak perjalanan bercak serta macam eluen yang
dipakai. Oleh karena itu akan lebih baik jika digunakan nilai Rf relatif
terhadap Rf baku yaitu perbandingan jarak perjalanan yang ditempuh bercak
sampel dengan jarak perjalanan yang ditempuh zat baku dalam pengembangan yang
sama.
2. Teknis Eksperimental
a.
Garis Besar Metoda
Dibuat dahulu
lapisan tipis dari bahan penyerap pada fasa pendukung yang inert (kaca). Serbuk
bahan penyerap yang halus dibuat bubur dengan air atau pelarut organik yang
mudah menguap. Bubur tersebut kemudian diratakan pada lempeng pendukung dengan
suatu alat dan dengan ketebalan yang dapat diatur. Sesudah kering lempeng lapis
tipis tersebut diaktifkan dengan cara dipanaskan pada suhu 100 oC
selama paling sedikit 30 menit. Jika aktivasi telah dijalankan lempeng disimpan
dalam eksikator, atau tempat lain yang bebas dari kelembaban. Setiap kali akan
digunakan lempeng sebaiknya diaktifkan lagi.
Sampel dilarutkan
dalam pelarut organik yang mudah menguap dan sesuai. Dengan pipet kapiler atau
pipet micrometer, larutan sampel ditotolkan sedikit-sedikit dengan bercak
sekecil mungkin. Dibiarkan kering sebentar, kemudian dimasukkan ke dalam bejana
pengembangan yang telah dibuat jenuh dengan uap pelarut pengembang/“solvent”.
Fasa gerak dibiarkan mengembang dan sedudah mencapai batas yang diinginkan
lapisan tipis diambil dan dibiarkan kering, kemudian dilakukan penentuan lokasi
dan identifikasi bercak dengan cara kimia, fisika atau biologi.
b. Fasa Diam
Fasa diam
yang digunakan dalam Kromatografi Lapis Tipis adalah bahan penyerap
(“adsorbent”). Sifat umum dari bahan penyerap untuk Kromatografi Lapis Tipis
sama dengan yang digunakan untuk Kromatografi Kolom. Dua sifat penting yang
harus diperhatikan untuk Kromatografi Lapis Tipis adalah besar/kecilnya
(ukuran) serta homogenitasnya, sebab daya lekat pada pendukung sangat
ditentukan oleh kedua sifat tersebut. Partikel yang kasar tidak dapat
memberikan pemisahan yang baik dan untuk memperbaikinya dapat digunakan butiran
yang halus. Besar partikel yang biasa digunakan adalah 1 – 25 mikron. Berbeda
dengan tujuan untuk kromatografi kolom, dimana partikel yang kecil dan halus
dapat memperlambat aliran pelarut, sedang pada Kromatografi Lapis Tipis malahan
akan mempercepat aliran pelarut.
Beberapa macam bahan penyerap yang digunakan
dalam Kromatografi Lapis Tipis :
1) Silika
gel
Paling banyak dipakai dan bersifat asam,
zat pengikatnya untuk memberikan kekutan pada lapisan dan menambah adisi pada
gelas penyokong, biasanya dalah Kalsium sulfat (CaSO4 ) = Plaster of Paris =
Gypsum.
Dalam
perdagangan biasanya silica gel telah diberi zat pengikat misalnya Silica gel
“G” Merck. Suspensi silica gel yang “G” telah dicampur dengan air harus dipakai
paling lambat 3 – 4 menit sesudah dibuat. Disamping Kalsium sulfat (CaSO4)
semihidrat dapat pula dipakai tepung beras sebagai pengikatnya, tetapi kurang
baik. Jika zat yang dipisahkan basa-basa, maka pelarut sebaiknya mengandung
sedikit Amonium hidroksida atau dietilamin ( ± 1 % ). Jika
asam-asam yang akan dipisahkan perlu ditambah asam asetat ( ± 1 % ). Asam
dan basa ini bersifat pertolongan aditif sebagai buffer untuk zat yang akan
dipisahkan → akan tetap dalam bentuk non ionik, sehingga dapat memberikan noda
yang kompak. Disamping air dapat pula dipakai pelarut organik misalnya aseton,
atau kloroform dan metanol ( 2 : 1) untuk membuat pastanya. Untuk memudahkan
identifikasi ditambah lagi dengan zat yang berfluoresensi sehingga dikenal
“Silica gel GF”.
Beberapa tipe silica gel :
a)
Silika gel G : Silika gel dengan zat pengikat, yang biasa
digunakan adalah CaSO4 dengan kadar
antara 5 – 15 %.
b)
Silika gel S :
Silika gel yang menggunakan zat tepung (pati) sebagai zat pengikat. Tetapi
penggunaan pati sebagai pengikat mempunyai kelemahan, terutama jika penentuan
lokasi bercak dengan asam sulfat dan atau Iodium.
c)
Silika gel GF 254 : Silika gel dengan pengikat dan
indikator fluoresensi. Jenis silica gel ini biasanya berfluoresensi kehijauan
jika dilihat pada sinar ultra violet panjang gelombang pendek. Sebagai
indikator biasanya digunakan Timah Kadmium Sulfida atau Mangan Timah Silika
aktif.
d)
Silika gel H / N : Silika gel tanpa pengikat. LApisan ini
dibandingkan dengan yang mengandung CaSO4, menunjukkan hasil yang lebih stabil.
e)
Silika gel HF254 : Silika gel tanpa pengikat tetapi
dengan indikator fluoresensi.
f)
Silika gel PF 254 = 366 : Silika gel untuk keperluan
preparatif yang mengandung campuran dua indikator untuk cahaya ultra violet
panjang gelombang panjang dan pendek.
g)
Silika gel modifikasi
Silika gel yang ditambah dengan polisiloxane biasanya disebut silika gel
Silanised dan digunakan untuk Kromatografi Lapis Tipis fasa terbalik.
2) Alumina
Alumina atau aluminium oksida (
Al2O3 ) suatu adsorban yang sedikit bersifat basis. Tetapi kini
dalam perdagangan ada juga yang bersifat asam dan netral
a) Al2O3 bersifat basis ( pH = 9 )
b) Al2O3 bersifat netral ( pH = 7,5 )
c) Al2O3 bersifat asam ( pH = 4 )
Daya
menyerapnya tidak sekuat silika gel. Tidak baik untuk memisahkan asam-asam
karena akan diikat lebih kuat pada adsorben dan sangat susah bergerak. “Edge –
effect” disebabkan penyerapan yang tidak rata dari pelarut. Komponen yang mudah
menguap,pada sisi keping lapis lebih mudah daripada di tengah ® karena
itu harga Rf makin ke pinggir (sisi) makin besar ® perlu
penjenuhan, dipakai kertas saring pada sisi bejana. Terutama dipakai untuk memisahkan
basa-basa.
3) Selulosa
Penyerap
jenis ini dapat digunakan dengan atau tanpa bahan pengikat. Pada Kromatografi
Lapis Tipis, penyerap ini terdapat sebagai butiran-butiran yang halus dan
ukurannya sama, berbeda seperti pada Kromatografi kertas dimana selulosa berupa
serabut. Lapisan tipis yang dibuat dari sellulosa mempunyai ruang antara yang
lebih kecil,akan tetapi lebih teratur sehingga aliran pelarut lebih cepat dan
peristiwa difusi lebih sedikit.
4) Sephadex
Jenis penyerap ini yang digunakan
pada Kromatografi Lapis Tipis mempunyai ukuran 10 – 40 mm dan digunakan untuk pemisahan zat
atas dasar perbedaan besar molekul seperti protein, hormon, enzim, asam amino
dan lain lain.
5) Kiesulguhr
( Diatomaceus earth )
Adalah suatu adsorben yang netral,
tetapi daya adsorpsinya lebih lemah daripada silika gel atau alumina dan
mempunyai daya pemisahan lebih kecil. Dapat ditambahkan pada silika gel untuk
mendapatkan bentuk yang kurang aktif, untuk memisahkan zat-zat yang sangat
polar misalnya : karbohidrat, asam-asam amino.
6)
Magnesium
silikat
1 bagian Magnesium silikat dengan 3 bagian air dikocok
dan dioleskan.
Bahan penyerap yang digunakan dalam Kromatografi Lapis
Tipis
Bahan penyerap
|
Digunakan untuk memisahkan
|
Silika gel
|
Asam amino, alkaloid,
gula, asam-asam lemak, lipida, mimyak menguap, anion dan kation organik,
steroid dan terpenoid
|
Alumina
|
Alkaloid, zat warna,
fenol, steroid, vitamin,karotenoid dan asam amino
|
Keisulguhr
|
Gula, oligosakarida,
asam-asam lemak, trigliserida, asam-asam amino, steroid
|
Serbuk selulosa
|
Alkaloid,asam amino dan nukleotid
|
Pati ( Amylum )
|
Asam amino
|
Sephadex
|
Asam amino dan protein
|
Poliamida
|
Protein, asam-asam aromatik, antioksidan,
antosianin dan flavonoid
|
c.
Fasa
Gerak
Pemilihan fasa gerak untuk Kromatografi Lapis Tipis
tergantung pada faktor yang sama pada pemilihan fasa gerak untuk keperluan
Kromatografi Kolom penyerapan. Sebaiknya digunakan pelarut yang polaritasnya
rendah sebab pelarut dengan polaritas yang tinggi sifat kromatografi berubah
menjadi kromatografi pembagian, disamping itu pelarut tersebut dapat
mempermudah lepasnya/rusaknya lapisan tipis. Selain pelarut tunggal dapat juga
digunakan campuran pelarut tetapi sebaiknya jangan lebih dari 3 jenis pelarut
sebab campuran yang lebih kompleks akan cepat mengalami perubahan-perubahan
fasa terhadap perubahan suhu. Kemurnian
pelarut penting karena dalam hal ini digunakan untuk pemisahan sampel dengan
jumlah sedikit.
Skema
hubungan antara fasa diam, gerak dan senyawa yang dipisahkan
Untuk memisahkan
senyawa hidrokarbon dengan cara kromatografi penyerapan, maka hidokarbon yang
jenuh akan sukar diadsorpsi hingga perjalanannya paling cepat. Hidrokarbon yang
mempunyai ikatan rangkap akan lebih kuat diserap dan banyak ikatan rangkapnya
makin kuat penyerapannya. Adanya gugus fungsional akan menaikkan afinitas
adsorpsi, dimana akan bertambah menurut urutan berikut : CH3, OR ( Alkali ),
C=O ( Karbonil ), NH2 ( Amina ), OH ( Hidroksil ) dan COOH ( Karboksil ). Maka
untuk memisahkan hidrokarbon yang banyak mempunyai ikatan rangkap diperlukan
yang aktif dan pelarut yang polar. Untuk penentuan fasa gerak dan diam pada
pemisahan suatu senyawa maka dapat dilakukan pergerakan dari segitiga ke
tengah. Misalnya unrtuk pemisahan senyawa non polar (lipida), pertama-tama
ujung segitiga digerakkan ke kata non polar dari senyawa yang dipisahkan. Dua
ujung segitiga lain akan menuju angka I pada aktivitas fasa diam dan kata non
polar pada deret Eluotropik pada fasa gerak. Artinya untuk memisahkan senyawa
yang non polar ( misal lipida atau hidrokarbon ) harus digunakan bahan penyerap
yang aktif dan pelarut yang kurang polar.
d.
Pembuatan lapisan tipis
Pendukung yang biasa
digunakan adalah kaca dengan ukuran 20 x20 cm atau 20 x 10 cm. Permukaan
pendukung harus rata dan bebas noda lemak. Kadang-kadang untuk pemisahan secara
cepat dan untuk keperluan kualitatif dapat digunakan obyek gelas yang digunakan
pada mikroskop.
Bahan penyerap dibuat
bubur dengan air dengan perbandingan 1 bagian penyerap dengan 2 bagian air.
Bila dipakai bahan penyerap yang mengandung bahan pengikat, maka pembuatan
bubur sampai lapisannya harus selesai dalam waktu 4 menit, sebab setelah itu
akan terjadi pengerasan. Kadang-kadang dapat ditambahkan pula suatu zat yang
berfluoresensi.
Pada kromatografi lapis
tipis, tebal lapisan merupakan faktor penting pada pola pemisahan komponen,
biasanya tebal lapisan 0,25 mm tetapi untuk keperluan preparatif tebal lapisan
dapat lebih tebal ( 0,5 – 2,0 mm ).
Pada waktu pemanasan,
lapisan yang amat tipis memberikan hasil pemisahan yang tidak tetap.
Pembuatan
lapisan tipis dapat dilakukan dengan 4 cara :
1)
Pembentangan
Cara yang biasa
dilakukan adalah wadah tempat bubur, bahan penyerap digerakkan pada kaca yang
berkedudukan tetap. Ada juga cara pembentangan dimana
kaca yang bergerak.
2) Penuangan
Bahan penyerap yang
sangat halus, homogen dan tidak mengandung bahan pengikat dituangkan pada
pendukung dan dibiarkan mengalir sampai rata. Cara penuangan ini biasanya
dilaksanakan untuk alumina sebagai bahan penyerap dan sebagai cairan adalah
pelarut yang mudah menguap
3) Penyemprotan
Dengan cara ini sukar
didapat lapisan yang rata dan ketebalannya sukar diketahui.
4) Pencelupan
Cara ini terutama untuk pembuatan lapisan dengan
ukuran kecil seperti sebesar gelas mikroskop. Dapat dilakukan dengan
mencelupkan pendukung ke dalam bubur bahan penyerap dalam pelarut yang mudah
menguap. Tebal
lapisan yang pasti tidak diketahui dan kadang-kadang kurang rata. Untuk
kualitatif cara ini cukup memadai.
Lapisan tipis yang
sudah jadi dan kering kemudian diaktifkan dengan jalan dipanaskan pada 100 oC
selama 30 menit dan kemudian disimpan dalam eksikator. Pada saat ini telah
banyak diperdagangkan lapisan tipis yang kebanyakan lebih baik, kompak, rata
dan memberikan pemisahan yang sempurna.
e.
Pengembangan
Bila
cuplikan telah ditempatkan maka kemudian lapisan dimasukkan ke dalam bejana
kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan uap pelarut yang
digunakan. Tepi bagian bawah dicelupkan ke dalam fasa gerak (pelarut) kira-kira
0,5 – 1 cm.Bejana kromatografi harus ditutup rapat, kalau dapat volumenya
sekecil mungkin serta tidak berhubungan dengan atmosfir di luar bejana. Untuk
penjenuhan bejana biasanya pada dindingnya dilapisi kertas saring yang tercelup
dalam fasa gerak.
Ada tiga cara pengembangan dalam
Kromatografi Lapis Tipis :
1)
Menaik
Cara
yang umum digunakan
2)
Menurun
Dimaksudkan
untuk memperpanjang jarak gerakan. Komponen yang mempunyai nilai Rf kecil dapat
terpisah dengan baik. Lapisannya tebal, fasa geraknya kental.
3)
Mendatar
Pengembangan
mendatar dapat berupa pengembangan satu arah ataupun radial.
Pengembangan
satu arah dimaksudkan untuk pemisahan dengan suhu yang lebih rendah dari suhu kamar, dapat dikerjakan dengan
menggunakan alat pendingin. Pengembangan radial digunakan dengan memenfaatkan
efek konsentrasi dan penyebaran zona-zona dalam garis-garis tipis dan bukan
sebagai bercak-bercak. Dengan cara ini dapat dipisahkan komponen-komponen yang
mempunyai harga Rf berdekatan. Pengembangan radial, fasa geraknya dialirkan
dengan sumbu atau pompa melalui pipa kapiler di tengah lapisan, senyawa
terlarut bergerak cepat dari tengah totolan ® lingkaran.
f.
Deteksi Bercak Pemisahan
Bercak
pemisahan pada Kromatografi Lapis Tipis umumnya merupakan bercak yang tidak
berwarna dan untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika maupun
biologi.
1)
Cara kimia
Yang
biasa digunakan adalah direaksikan dengan suatu pereaksi sehingga noda jadi
tampak terlihat. Pada Kromatografi Lapis Tipis tidak dilakukan dengan cara
pencelupan tetapi penyemprotan. Untuk senyawa organik dapat dilakukan dengan
disemprot dengan asam sulfat pekat dan kemudian dipanaskan pada 200 oC selama
10 menit. Bercak dari senyawa organik akan berwarna hitam. Pereaksi lain untuk
senyawa organik adalah Iod. Lapisan yang berisi hasil pemisahan diletakkan
dalam bejana tertutup yang telah diisi dengan kristal Iod. Dibiarkan beberapa
saat untuk memberi kesempatan terjadinya uap Iod. Warna bejana ungu, sedang
bercak berwarna coklat, senyawa organik tidak jenuh akan tidak berwarna. Jika
dikeluarkan, warna bercak akan cepat hilang, sehingga perlu cepat-cepat
menandai bercak. Keuntungan Iod sebagai penampak bercak adalah tidak merusak
senyawa. Untuk senyawa-senyawa lain, kadang-kadang dapat digunakan pereaksi
yang spesifik untuk senyawa tersebut.
2)
Cara fisika
Yang
dapat digunakan untukmenampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan
fluoresensi sinar ultra lembayung. Fluoresensi sinar ultra lembayung terutama
untuk senyawa yang dapat berfluoresensi maka bercak akan terlihat jelas. Jika
senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan penyerapannya yang diberi
indikator yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam
sedang latar belakangnya yang kelihatan berfluoresensi.
3)
Cara biologi
4)
Dapat
digunakan untuk senyawa yang misalnya mempunyai aktivitas biologis, seperti
anti bakteri atau dapat menghidrolisis.Lapisan hasil pemisahan dialiri dengan
suspensi bakteri misalnya, maka pada bercak itu akan terlihat tidak adanya
pertumbuhan bakteri.
g.
Identifikasi Harga Rf
Faktor yang mempengaruhi
harga Rf
1) Bahan penyerap, sifat dan aktivitasnya
Penyerap
yang berbeda memberikan hasil pemisahan yang berbeda walaupun fasa gerak dan
bahan yang dipisahkan sama. Harga Rf dipengaruhi oleh aktivitas dari bahan
penyerap karena dapat mempengaruhi daya adsorpsi. Aktivitas dapat dicapai
dengan pemanasan yang berarti pengusiran terhadap molekul-molekul air.
2) Tebal dan kerataan dari lapisan
Ketidakrataan
lapisan menyebabkan aliran fasa gerak tidak sama sehingga harga Rf juga tidak
sama. Tebal baku yang biasa digunakan adalah 0,25 mm
3) Kemurnian fasa gerak
Pelarut
yang tidak murni akan memberikan pemisahan yang kurang baik. Demikian juga jika
digunakan fasa gerak yang berupa campuran, maka perbandingan yang dipakai harus
diperhatikan dan ditepati.
4) Kejenuhan bejana kromatografi
Pemisahan
yang dilakukan dalam dua bejana yang mempunyai kejenuhan tidak sama juga
memberikan harga Rf yang tidak sama.
5) Suhu
Pemisahan
sebaiknya dilakukan pada suhu yang tetap, dimaksudkan untuk mencegah perubahan
komposisi fasa gerak atau kejenuhan dari bejana.
6) Jumlah cuplikan yang dianalisis
Jumlah
cuplikan yang dianalisis jika terlalu banyak maka ada dianalisis jika terlalu
banyak maka ada kecenderungan terjadi penyebaran-penyebaran bercak atau
terjadinya ekor sehingga akan memperbesar kesalahan harga Rf. å
cuplikan 10–20 mg
7) Kesetimbangan
Faktor
kesetimbangan ini terlihat lebih nyata pada Kromatografi Lapis Tipis dibanding
pada Kromatografi kertas,sehingga sangat perlu untuk kromatografi Lapis Tipis
diusahakan ruangan di dalan bejana jenuh dengan uap pelarut. Ketidakseimbangan
di dalam bejana akan terlihat dari permukaan fasa gerak yang berbentuk cekung
atau fasa gerak lebih cepat pada bagian tepi dibanding bagian tengah.
8) Struktur dan sifat kimia senyawa yang dipisahkan
Sifat
kimia seperti mudah larut, tekanan uap dan kepolaran dapat mempengaruhi harga
Rf dari suatu senyawa dibanding senyawa yang lain.
9) Mutu pelarut
Harus
dipakai pereaksi yang pro analisa jika diperlukan pelarut campur, maka harus
diperbaharui pada waktu-waktu tertentu,karena menguapnya pelarut yang mudah
menguap akan mengubah susunan pelarut.
10) Teknik
Sudut yang dibentuk waktu meletakkan plat/keping dalam
bejana tidak begitu mempengaruhi harga Rf, tetapi bila dipakai metoda menurun
atau mendatar/horisontal (tidak menaik) akan mempengaruhi
4. Variasi Kromatografi Lapis Tipis
Dengan
tujuan untuk mencapai pemisahan yang sempurna dan memperluas pemakiannya maka
Kromatografi Lapis Tipis mengalami berbagai perubahan seperti :
a.
Kromatografi
lepas tipis
Pada pendukung dari kaca, serbuk kering bahan penyerap dibentangkan dan
diratakan. Cuplikan ditempatkan dan dilakukan pengembangan mendatar. Untuk
penentuan lokasi dapat dilakukan penyemprotan
b.
Lapisan
bertingkat ( “gradient plate” )
Cara ini mempunyai daya
adsorpsi yang berbeda sepanjang lapisan. Dapat dibuat dengan alat khusus yang
disebut “gradient spreader” dimana diisi dengan dua macam bubur bahan penyerap
misalnya A dan B. Lapisan berubah dari 100 % A ke 100 % B. Cara ini dapat
digunakan untuk menemukan campuran bahan penyerap yang terbaik.
c.
Pengembangan
Bertingkat ( “gradient elution” )
Komposisi fasa gerak selalu berubah selama pengembangan. Lapisan dapat
dimasukkan ke dalam fasa gerak misalnya suatu pelarut dan kemudian fasa gerak
yang kedua ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk.
d.
Pengembangan
berganda ( “multiple elution” )
Pengembangan dilakukan
pada arah yang sama dan dilakukan berkali-kali baik dengan pelarut yang sama
atau yang divariasi.
e.
Lapisan
beralur ( “grooved plates” )
Pendukung yang berasal
dari kaca gelas yang diberi garis-garis, maka setelah bahan penyerap
dibentangkan akan terjadi lapisan yang beralur. Pada tiap jalur ditempatkan
bercak cuplikan.
f.
Lapisan dengan pendukung yang lentur
Lapisan ini sudah banyak
diperdagangkan misalnya pendukung lembaran poliester dimana bahan penyerap
dengan pengikat polivinil asetat dibentangkan di atasnya. Contoh pendukung lain
adalah kertas selulosa yang dilapisi dengan bahan penyerap.
g.
Kromatografi
fasa balik ( Reversed phase partition chromatography )
Lapisan tipis yang sudah
jadi dicelupkan dalam pelarut yang non polar tetapi mudah menguap atau pelarut
tersebut dibiarkan mengalir melewati lapisan tadi. Dengan cara itu maka fasa
diam bersifat non polar. Sebagai fasa gerak digunakan pelarut polar seperti
air, metanol atau asetonitril. Hasil pemisahan berbeda dengan kromatografi normal dimana pada cara ini komponen yang paling
polar terelusi lebih dahulu.
Perkembangan dari kromatograf lapis tipis (TLC) adalah kromatografi lapis
tipis penampilan tinggi (HPTLC), perbandingan
TLC dan HPTLC sebagai berikut
Parameter
|
TLC
|
HPTLC
|
Ukuran
partikel
|
12 – 50 mm
|
5 – 6 mm
|
Tebal layer
|
0,1 – 0,3 mm
|
0,1 atau 0,2 mm
|
Jarak
pengembangan
|
10 ~ 15 ~ 20
cm
|
3 – 6 cm
|
Jarak
pemisahan
|
100 – 120 mm
|
50 mm
|
Volume
penotolan
|
0.5 – 5 mL
|
0,1 – 1 mL
|
Ukuran sampel
|
3 – 4 mm
|
1 – 1,5 mm
|
Keuntungan HPTLC :
· Memperkecil
difusi sehingga meningkatkan efisiensi pemisahan
· LOD menurun
1/10 hingga 1/15 x lebih kecil
· Lebih
ekonomis (plate / solven per sampel lebih kecil)
3. KROMATOGRAFI KOLOM
Kromatografi kolom
berguna untuk sampel yang mengandung molekul besar atau zat yang bersifat ion
dengan tekanan uap yang rendah dan untuk zat yang termolabil yang tidak dapat
diuapkan tanpa penguraian.
a. KROMATOGRAFI
ADSORPSI
Sifat-sifat
atom, ion atau molekul yang terletak pada permukaan partikel padat ternyata
berbeda dengan sifat-sifat atom, ion atau molekul yang terletak pada bagian
sebelah dalam dari partikel padat. Ikatan-ikatan yang terletak pada bagian
permukaan dipengaruhi oleh tidak terdapatnya struktur kimia di atomnya, karena
itu lapisan permukaan berada pada tingkat energi yang lebih tinggi dan hal ini
dikatakan mempunyai aktivitas permukaan.
Bila
partikel padat dicelupkan dalam suatu cairan, maka permukaan zat aktif tersebut
menarik dan cenderung mengadsorpsi species (atom, ion atau molekul) dari cairan
tadi. Gaya tarik tersebut mungkin bersifat ionik (elektrostatik). Bila cairan
tersebut berupa suatu larutan, maka salah satu atau semua zat terlarut atau
pelarutnya mungkin dapat diadsorpsi. Adsorben yang baik harus mempunyai daerah
permukaan yang luas yang mengandung banyak bidang-bidang yang aktif secara
kimiawi. Biasanya permukaan tersebut akan kehilangan aktivitasnya jika tertutup
oleh suatu lapisan species yang diadsorpsi.
Bila
suatu larutan mengalir melalui permukaan aktif dari zat padat, maka suatu
keseimbangan akan terbentuk untuk proses adsorpsi atau desorpsi dari species
yang terdapat dalam larutan tersebut.
Hubungan antara kadar species dalam larutan dan jumlah yang disdsorpsi
dapat dinyatakan sebagai suatu persamaan atau grafik hubungan Cs (yang diadsorpsi)
dan CM (yang ada dalam fasa gerak) dan garis yang diperoleh disebut adsorption
isotherm.
Diperoleh bermacam-macam bentuk garis seperti :
Garis lurus
Bentuk seperti ini menunjukkan bahwa
permukaan adsorben tidak menjadi jenuh dengan species yang ada. Keadaan ini
adalah yang diinginkan. Kemiringan dari garis memberikan koefisien distribusi
yang dalam hal ini tidak tergantung pada ka.
Kadar jumlah :
K = Cs
/ CM atau Cs = K CM
Garis cembung
Bentuk ini disebabkan adanya variasi dari
bidang adsorpsi yang ada. Banyak sistem cair padat yang mengikuti hubungan ini
yang dikenal sebagai Freundlich isotherm
K = Cs / CM atau Cs = K CM
Garis cekung
Terjadi bentuk ini dikarenakan adanya
reaksi-reaksi tambahan pada peristiwa adsorpsi yang kadang-kadang dapat
meningkatkan proses adsorpsi secara keseluruhan.
Mengingat bahwa laju perjalanan dari suatu
komponen melalui sistem kromatografi merupakan fungsi dari bagian komponen yang
terdapat pada dalam fasa gerak dan bila pita yang dihasilkan memencar maka
tentunya ada daerah yang berkadar tinggi dan terletak dibagian tengah. Bila bentuk
kurva itu cembung maka pusat pita akan berjalan pada laju yang lebih cepat
dibanding dengan kedua ujung haluan dan butitan.
Pada kasus
yang luar biasa pusat tersebut hampir menyusul ujung haluan, sehingga
memberikan batas depan yang tajam dan ujung buritan yang panjang. Hal ini
disebut band tailing dan jelas kejadian ini tidak diharapkan. Kejadian yang
berlawanan terjadi jika bentuk kurva seperti garis cekung dimana memberikan
ujung haluan panjang dan batas belakang yang tajam ( fronting ) . Band tailing
lebih jelas dengan adsorben yang aktif. Salah satu cara mengurangi akibat buruk
adalah membuat tidak aktif sebagain zat padat dengan menutup bidang yang aktif
dengan zat lain atau dengan menaikkan suhu. Pendekatan lain adalah mengurangi
ukuran dari sampel sehingga sistem tersebut masih berada dalam bagian yang
hampir lurus dari isotherm yang diperoleh pada kadar yang sangat rendah.
Adsorben ( Penyerap )
Banyak zat
padat yang dapat dipakai sebagai adsorben . Kemungkinan yang paling popular dan biasanya digunakan sebagai
penyerap adalah alumina, tetapi tidak berarti yang lain tak dapat digunakan.
Suatu
pengertian yang digunakan dalam hubungannya dengan adsorben adalah “aktivasi”.
Kadang-kadang ini dihubungkan dengan luas permukaan spesifik dari zat padat,
yaitu luas permukaan yang diukur dalam meter persegi dalam tiap gram, dalam hal
karbon, silica gel dan alumina dapat dibuat menjadi aktif dengan memiliki
permukaan spesifik beratus-ratus meter persegi. Sedangkan seperti kalsium
karbonat dan kalsium hidroksida, mempunyai luas permukaan spesifik yang
mempunyai ukuran dalam puluhan meter persegi atau kurang, hingga ini dapat
dikatagorikan relative kuarang aktif. Dalam kromatografi pengertian
“aktivitas” sering digunakan untuk
menyatakan kekuatan dari adsorpsi. Kekuatan adsorpsi dari gugus polar pada
senyawa-senyawa polar naik dengan urutan :
- CH = CH, -OCH, -CO2R, =C=O, -CHO, =SH,
-NH2, -OH, -CO2H
Banyak penyerap seperti alumina, silika
gel, karbon aktif dan magnesium silikat dapat diperoleh dalam perdagangan. Sebelum
dipakai mereka sering memerlukan aktivasi yang dapat dikerjakan dengan
pemanasan, mungkin dengan pengurangan tekanan. Untuk aktivasi
alumina biasanya dengan pemanasan 400 oC selama 4 jam. Tanpa keterangan lain
dilakukan pemansan 200 oC selama 2 jam.
Pemilihan
suatu pelarut untuk elusi adalah sama pentingnya dengan pemilihan adsorben.
Fasa gerak cair tidak hanya menyediakan pengangkutan sebagai wahana tetapi juga
mempengaruhi koefisien pembagian melalui daya pelarutnya. Disamping kelarutan
relatif zat terlarut dalam pelarut elusi, perlu dipertimbangkan pula persaingan
antara zat terlarut dengan pelarut terhadap bidang adsorpsi pada permukaan dari
fasa diam.
Pelarut yang
mengelusi zat terlarut cepat tidak akan dapat memisahkan dengan baik,
sebaliknya pelarut yang bergerak terlalu lambat akan memberikan waktu retensi
yang terlalu panjang. Waktu retensi yang terlalu panjang dapat menyebabkan
pelebaran pita dan peristiwa pengenceran yang tidak perlu. Kadang-kadang perlu
digunakan suatu campuaran pelarut atau suatu seri pencampuran ( gradient
elution ) dengan variasi eluen yang polaritasnya makin tinggi.
Zat padat
|
Digunakan untuk memisahkan
|
Alumina/magnesia
|
Sterol-sterol, zat warna, vitamin-vitamin,
ester-ester, alkaloid-alkaloid, senyawa anorganik
|
Silika gel
|
Sterol-sterol, asam-asam amino
|
Karbon
|
Peptida-peptida,karbohidrat-karbohidrat,
asam-asam amino
|
Magnesium silikat
|
Sterol-sterol,
ester-ester, gliserida-gliserida, alkaloida-alkaloida
|
Magnesium karbonat
|
Porphirin
|
Kalsium hidroksida
|
Karotenoida-karotenoida
|
Kalsium karbonat
|
Karotenoida-karotenoida, Xantofil
|
Kalsium fosfat
|
Enzim-enzim,
protein-protein, polinukleotida-polinukleotida
|
Aluminium silikat
|
Sterol-sterol
|
Pati
|
Enzim-enzim
|
Gula
|
Klorofil, xantofil
|
Ada istilah
yaitu kekuatan adsorpsi dari suatu adsorben dalam kolom. Untuk adsorben yang
polar (seperti alumina dan silica gel ) kekuatan adsorpsinya naik jika
polaritas zat yang diadsorpsi juga naik. Menurut Trappe kekuatan elusi dari
pelarut-pelarut berikut akan diturunkan dalam suatu kolom yang berisi silika
gel :
Air < metanol < etanol < propanol < aseton < etilasetat <dietil eter < kloroform < metilena
klorida < benzene < toluene (
trikloroetilena ) < karbontetraklorida < sikloheksana
< heksana
Sedang untuk
adsorben karbon aktif, pelarut-pelarut di bawah ini diturunkan daya elusinya
untuk pemisahan asam-asam amino dan sakarida-sakarida
Etil asetat < dietil eter < propanol < aseton < etanol < metanol < air
Dari kedua
contoh tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa daya elusi pelarut sangat
tergantung pada fasa padat (adsorben) dan zat yang dipisahkan (zat terlarut).
Pada dasarnya
suatu hidrokarbon yang tidak polar akan diikat lebih erat pada isi kolom yang
tidak polar dibandingkan dengan zat yang polar.
Teknik analisis
1)
Pengisian kolom
Pengisian
adsorben yang tidak baik akan menyebabkan rusaknya batas-batas jalur-jalur kromatografi. Adanya gelembung udara atau
tempat berongga pada kolom mengakibatkan putusnya penyerap (adsorben). Kolom
yang digunakan untuk kromatografi biasanya mempunyai garis tengah yang besar
sehingga dapat dilakukan penggoyangan atau penekanan selama pengisian adsorben,
cara tersebut disebut cara kering.
Cara lain
untuk pengisian adsorben adalah dengan menuangkan pelan-pelan bubur adsorben
dalam pelarut. Biasanya perlu disertai dengan penggoyangan pelan-pelan untuk
mendapatkan pengisian yang homogen dan jika adsorben yang digunakan mempunyai
ukuran yang sama maka akan lebih mudah dicapai pengisian yang homogen, Yang
perlu mendapatkan perhatian adalah jangan sampai ada penyerap yang kering.
Untuk menunjang bahan penyerap maka pada bagian bawah kolom diberi sumbat
dari kapas, gelas wool atau penyaring dari gelas.
2)
Pemasukan cuplikan
3)
Elusi
Ada tiga macam cara elusi yaitu :
Elusi sederhana
Yaitu elusi
yang menggunakan campuran pelarut dengan komposisi yang tidak berubah selama
proses pemisahan.
Elusi berfraksi ( fractional elution)
Adalah elusi
dimana untuk memisahkan suatu komponen dari suatu campuran digunakan satu macam
eluaen, sehingga untuk memisahkan suatu campuran perlu digunakan bebarapa macam
eluen yang berbeda-beda.
Elusi bertingkat ( gradient elution )
Adalah elusi
untuk memisahkan suatu komponen campuran dimana eluen yang digunakan terus
menerus berubah. Misalnya mula-mula digunakan air dalam pemisahan dan kemudian
ditambahkan sedikit demi sedikit pelarut yang lain misalnya etanol.
4)
Cara deteksi
Kebanyakan
fasa diam berupa suatu serbuk yang berwarna putih atau tidak berwarna sehingga
memberi kemudahan untuk mengamati pemisahan zat yang berwarna. Dalam teknik
yang khusus lusi dihentikan jika pita yang pertama tampak pada ujung bawah. Kemudian
bahan penyerap dikeluarkan dan ditambahkan suatu peraksi yang dapat menunjukkan
posisi pita. Komponen-komponen yang terpisah dapat diekstraksi dengan
pelarut yang sesuai.
Cara lain
adalah memisahkan setiap fraksi dari eluen dan dipeiksa dengan alat-alat lain
seperti spektrofotometer, fluorometer, pH meter dan sebagainya. Selain itu
fraksi pelarut dapat diuapkan dan diidentifikasi.
b. KROMATOGRAFI KOLOM PEMBAGIAN
Di dalam
sistem kromatografi pembagian, fasa diam berupa zat cair sedang fasa gerak
dapat berupa zat cair ataupun gas. Kalau pada kromatografi penyerapan digunakan
zat padat maka pada kromatografi pembagian zat padat digunakan sebagai
penunjang fasa diam ( yang berupa zat cair ). Zat penunjang harus mengadsorpsi
dan menahan fasa diam dan membuat luas permukaan fasa diam seluas-luasnya. Selain itu juga dipersyaratkan harus stabil,
mudah diisikan dan tidak menghalangi aliran fasa gerak. Senyawa yang dipisahkan
dengan sendirinya akan terdistribusi diantara dua zat cair tergantung dari
koefisien pembagiannya. Sebagai zat padat penunjang dapat digunakan silika gel,
serbuk selulosa dan tanah diatomae.
1) Teknik
Analisis
a)
Pemasukkan penyerap
Mula-mula
mencampur penunjang dengan cairan yang akan digunakan sebagai fasa diam,
diaduk-aduk dan dibuat bubur dengan fasa gerak yang akan digunakan. Bubur ini
kemudian dimasukkan ke dalam kolom sedikit demi sedikit dimana kolom telah
diisi dengan sedikit pelarut.Sebaiknya setiap pemasukkan bubur ke dalam kolom
disertai dengan penekanan dengan batang gels yang ujungnya datar. Semakin
kompak isi kolom semakin baik pemisahan yang terjadi.
b)
Pemasukkan cuplikan
Cara
pemasukkan cuplikan dengan menggunakan pipet seperti pada kromatografi kolom
adsorpsi. Cara lain adalah dengan melarutkan cuplikan dalam
suatu pelarut dan mencampurkannya dengan sejumlah zat padat penunjang sehingga
diperoleh suatu bubuk yang kering. Bubuk ini kemudian diletakkan dibagian atas
kolom dan sedikit fasa gerak ditambahkan.
c)
Elusi
Cara elusi
yang digunakan dalam kromatografi kolom pembagian sama seperti ada kromatografi
penyerapan. Jika fasa diam adalah molekul air maka fasa gerak dapat digunakan
pelarut organik.
Pada
perkembangan selanjutnya ada suatu teknik dalam kromatografi partisi dengan
menggunakan pelarut organik yang bersifat non polar sebagai fasa diam, teknik
ini dimaksudkan agar diperoleh nilai koefisien partisi yang lebih menguntungkan
untuk proses pemisahan. Oleh sebab itu sebagai penunjang digunakan yang
bersifat tidak polar. Teknik ini dikenal dengan Kromatografi partisi fasa
terbalik.
Contoh beberapa
pemisahan pada kolom partisi
Pemisahan
|
Penyokong
|
Fasa tetap
|
Fasa gerak
|
Alkohol-alkohol C1 – C4
|
Celite
|
Air
|
CHCl3 atau CCl4
|
Asam-asam lemak C1 – C4
|
Silika gel
|
Air
|
CHCl3 / n-BuOH
|
Asam-asam amina
|
Pati
|
Air
|
n-PrOH atau n-BuOH / HCl
|
Fenol-fenol
|
Selulosa
|
Air
|
Me-OH / n-BuOH / CHCl3
|
Lipida-lipida
|
Silika gel
|
Air
|
Bermacam-macam
|
b. KROMATOGRAFI
PERTUKARAN ION
Asas pertukaran ion digunakan
pada kromatografi kolom, kertas dan lapis tipis. Sebagai bahan penukar ion
digunakan resin penukar ion sintetik yang mempunyai stabilitas kimiawi serta
ukuran partikel yang seragam. Resin merupakan suatu polystyrene yang dibuat
dengan proses polimerisasi dari styrene dan adanya sedikit divinyl benzene. Kemudian ke dalam polystyrene dimasukkan
gugus-gugus polar yang dapat memberikan sifat pertukaran ion. Resin dapat
dibuat dalam bentuk butiran-butiran atau dalam bentuk lembaran (membran).
Selain polystyrene dapat juga digunakan asam polimetakrilat (polymetacrylic
acid).
Mekanisme
pemisahan :
Resin penukar ion dibedakan menjadi 2 macam :
- penukar kation yaitu yang mempunyai
gugus polar yang bersifat asam
seperti : -SO3H atau –COOH
- penukar anion yaitu yang mempunyai
gugus polar yang
bersifat basa seperti ; -CHNR
Untuk melukiskan pemisahan berdasar pertukaran ion, dapat dibayangkan
suatu resin yang bersifat asam kuat (misal yang mengandung SO3H) dirumuskan
sebagai RH. Jika butiran resin dimasukkan ke dalam air maka gugus sulfon akan
terionisir seluruhnya, tetapi proton-protonnya tidak dapat pergi meninggalkan
kerangka resin karena secara elektris tidak netral dan disebabkan tidak adanya
kemungkinan dapat terjadi pertukaran antara kation tersebut dengan proton
karena biasanya larutan juga terdapat anion.
M+ + RH Û H+ + RM
M+ adalah kation bebas
RH
adalah simbol dari proton yang terikat
Dengan mengingat adanya faktor aktivitas, maka
dapat ditulis persamaan sebagai berikut
aH+
aRM
Kd = ───────
aM+ aRH
Kd sering dikenal sebagai koefisien distribusi
keseimbangan atau koefisien selektivitas. Untuk larutan yang encer selektivitas
dapat diganti dengan kadar.
Bila larutan yang
mengandung ion M mengalir lewat kolom resin maka akan diganti oleh ion H sesuai
dengan harga dari Kd. Bila larutan yang dituangkan hanya sedikit dan kemudian
dilakukan pencucian dengan air murni maka semua ion M akan diganti seluruhnya
oleh ion H dan membentuk pita adsorpsi yang diam (stasioner). Distribusi ion-ion
dalam pita akan tergantung pada harga Kd, bila harga Kd besar maka pita akan
sempit dan pekat, sebaliknya jika Kd kecil maka pita adsorpsi akan lebar dan
defus. Supaya pita adsorpsi ion M bergerak ke bawah maka perlu dielusi dengan
larutan asam atau larutan kation lain sehingga dapat terjadi pertukaran ion.
Ion M akan tercuci keluar dari kolom dan akan meninggalkan dalam bentuk
aslinya. Laju gerak ion-ion tidak tergantung pada pH dari asam pengelusi dan
juga harga Kd. Jadi dua ion dengan afinitas yang berbeda terhadap resin akan
bergerak keluar dengan laju yang tidak sama dan terjadilah proses pemisahan.
Teknik Analisis
1)
Pembuatan Resin
Dalam
perdagangan banyak didapatkan bermacam-macam resin, sehingga orang harus
memilih dengan berbagai kriteria seperti ukuran partikel, persentase hubungan
silang dan kualitas sesuai dengan tujuan analisis. Kualitas Analytical Grade
biasanya disukai karena mempunyai ukuran yang seragam serta bebas dari bahan
organik atau anorganaik pengganggu.
Beberapa sifat dari resin untuk keperluan analisis :
a)
harus
mempunyai gugus pertukaran yang berfungsi tunggal
b) mempunyai
derajat hubungan silang yang tertentu ( 4 – 8 % )
c)
ukuran
partikel sebaiknya sekecil mungkin
Kadangkala perlu dilakukan perubahan
bentuk resin yaitu bentuk yang satu ke bentuk yang lain, misal dari bentuk
hidrogen menjadi bentuk natrium dengan cara pencucian memakai larutan natrium
klorida pekat sampai eluennya bereaksi netral. Resin yang pernah
dipakaipun perlu dilakukan peremajaan (regenerasi) untuk menaikkan kembali aktivitasnya.
2)
Pengisian Kolom
Untuk
analisis mikro dapat digunakan buret dengan sumbat kapas atau gelas wool
penyangga resin. Kolom biasanya dibuat dari gelas dengan suatu reservoir untuk
tempat eluen yang diletakkan di sebelah atas. Pada bagian bawah diberi sumbat
kapas atau gelaswool atau piringan berpori.
Resin
diisikan dalam bentuk bubur dan dibiarkan mengenap dan kadang-kadang perlu
digoyang-goyang. Setelah diisi puncak resin harus terendam cairan agar tidak
kemasukkan udara. Di puncak resin sering ditempatkan kertas saring untuk
mengecilkan gangguan yang dapat terjadi jika sampel ditempatkan.
3)
Metode Pemisahan
Karena pada
kromatografi biasanya digunakan larutan sampel yang encer, maka pemisahan
dengan teknik elusi banyak digunakan dan seringkali memberikan hasil yang
memuaskan.
4)
Kapasitas Pertukaran Ion
Kapasitas
pertukaran ion suatu kolom mempengaruhi ukuran sampel maksimum yang dapat
dipisahkan dan digunakan untuk memeriksa stabilitas resin dalam jangka lama.
Kapasitas resin dinyatakan dalam mili-ekivalen/gram resin kering, biasanya
dituliskan pada dasar bejana oleh pabrik pembuatnya. Tetapi kapasitas ini mudah
ditentukan dengan cara mengubah resin seluruhnya ke dalam bentuk hidrogen (bila
tadinya bersifat kationik), dan kemudian dielusi dengan Natrium klorida hingga
seluruhnya menjadi bentuk Natrium. Eluat tentu mengandung asam klorida dengan
jumlah yang ekivalen dengan kapasitas kolom yang mudah ditentukan dengan
titrasi Natrium hidroksida. Resin umumnya mempunyai kapasitas 1 – 5
miliekivalen / ml atau secara kasar 1 – 5 N dalam asam atau basa.
5)
Metoda Deteksi
Kesulitan
menentukan komponen sampel dalam jumlah kecil dengan adanya ion eluen yang
kadarnya tinggi, merupakan kerugian utama metoda pertukaran ion. Cara deteksi
yang paling umum adalah mengumpulkan sesama volume fraksi-fraksi untuk spesies
yang dicari. Digunakan pula cara deteksi dengan adsorpsi cahaya indeks bias, pH
radioaktivitas, polarografi dan spektrofotometri.
3. Pemakaian
a. Untuk
menghilangkan ion
Misalnya untuk menghilangkan ion-ion dari air sadah guna
keperluan rumah tangga. Cara menghilangkan ion-ion ini dilakukan dengan
mengalirkan air sadah tersebut mula-mula melalui penukar kation yang akan
mengganti semua kation dalam air dengan hidrogen, selanjutnya dialirkan melalui
penukar anoin dimana semua anion yang ada akan diganti dengan ion OH. Akibatnya
garam yang ada akan diganti dengan senyawa air (ion-ion dari air). Dua macam
resin penukar ion di atas dapat pula digabungkan menjadi satu lapisan tunggal
hingga air cukup dialirkan satu kali saja. Air yang dihilangkan ionnya secara
ini belum murni karena senyawa non elektrolit tidak dihilangkan pada proses
ini.
Proses di atas digunakan pula untuk mengganti satu atau lebih ion
pengganggu dengan ion yang tidak merugikan dan untuk menentukan kandungan garam
jumlah dalam satu larutan (kation diubah menjadi hidrogen ion atau anion
menjadi hidroksida ion, kemudian diikuti titrasi asam secara sederhana).
b. Untuk
menentukan kadar konstituen yang sangat kecil
Bila suatu ion terdapat sangat sedikit dalam volume yang sangat besar dan
akan ditentukan kadarnya, salah satu metode yang terpilih adalah memisahkan ion
tersebut dari dalam larutan dengan penukar ion kemudian diikuti dengan elusi ke
dalam volume eluen yang lebih sedikit.
Cara ini merupakan langkah umum untuk menentukan jejak
logam dalam air, untuk mendeteksi tembaga dalam air susu atau untuk memperoleh
logam yang langka.
c. Larutan baku
primer dari asam kuat dan basa kuat
Sukar dibuat karena tidak adanya reagen baku primer, tetapi larutan baku
primer natrium atau kalium klorida mudah dibuat dan larutannnya sangat stabil.
Maka sejumlah tertentu dari larutan natrium klorida baku ini dialirkan lewat
resin bentuk nitrogen atau hidroksida sehingga akan diperoleh asam atau basa
dalam jumlah ekivalen. Dengan cara demikian dapat dibuat larutan baku asam kuat
(klorida) atau basa kuat (natrium hidroksida).
d. Pemisahan
logam-logam
Pertukaran ion sangat menguntungkan untuk pemisahan logam-logam alkali
dengan sifat yang sangat mirip, misalnya campuran logam alkali dan alkali
tanah.
e. Pemisahan
asam-asam amino
Pada pH tertentu asam-asam amino dapat dipisahkan dengan
mengalirkan mereka lewat dua macam resin. Sifat amfoternya memungkinkan
bergantinya tanda muatan atau terhapusnya muatan hingga dapat dipisahkan ke
dalam tiga golongan. Asam amino dapat dipisahkan dengan resin yang mengandung
ion-ion logam yang tidak dimobilisir, seperti misalnya Cu dan Cd yang berperan
sebagai tempat pertukaran ligand. Bila satu campuran asam amino dialirkan lewat
resin semacam itu maka gugus asam amino akan bersaing untuk pembentukan
kompleks dengan ion logam tersebut. Disini komponen sampel yang akan dipisahkan
tidak perlu bersifat ionik dan prosesnya disebut ligand exchange.
c.
KROMATOGRAFI GEL
Pada kromatografi
gel, fasa diam adalah gel yaitu suatu matriks polimer yang berpori-pori dan
pori-porinya seluruhnya terisi oleh pelarut yang digunakan sebagai fasa gerak.
Ukuran pori adalah sangat menentukan karena dasar pemisahan pada sistem ini
adalah bahwa molekul yang ukuran besar diatas ukuran pori akan sama sekali
tidak dapat masuk ke dalam gel, sedang molekul yang lebih kecil dari ukuran
pori akan dapat masuk dan menggunakan sebagian atau seluruh ruangan bagian gel
tersebut. Aliran fasa gerak akan menyebabkan molekul yang lebih besar bergerak melewati
kolom tanpa hambatan tanpa menembus masuk ke dalam matriks gel, sementara
molekul yang lebih kecil akan terhambat sesuai dengan masuknya ke dalam gel.
Komponen dari campuran akan muncul keluar dari kolom berurutan tergantung masa
molekul, yang paling besar akan keluar paling dahulu. Senyawa yang sama sekali
tidak dapat masuk ke dalam gel akan terpisah satu sama lain. Molekul dengan
ukuran intermediate (diantara besar dan kecil) akan tertahan yang lamanya
bergantung pada perembesan mereka dalam matriks. Efek adsorpsi pada permukaan
butiran gel biasanya dapat diabaikan.
Fasa diam cair adalah cairan yang terdapat dalam
matriks ge, sedang fasa gerak adalah eluen yang mengalir yang menempati sisa
ruang di kolom.
Teknik analisis
1)
Pemilihan gel
Gel merupakan
senyawa yang terdiri dari rantai-rantai polimer panjang berhubungan silang dan
membentuk kerangka tiga dimensi. Kebanyakan mempunyai gugus polar yang mampu
mengadsorpsi air atau pelarut lain yang polar, ada pula yang mampu mengadsorpsi
pelarut lain yang non polar.
Bila suatu
gel mengadsorpsi cairan, maka akan terjadi perentangan struktur dan pembukaan
dan terjadi penghilangan celah-celah yang terdapat di dalam gel, tergantung
pada banyaknya hubungan silang, terdapat pula macam-macam ukuran molekul yang
tepat dapat masuk ke ruang dalam gel. Batas-batas ukuran molekul yang dapat
masuk disebut Ukuran Kritis (exclusion limit)
yang bervariasi pada berat molekul antara 1000 – beberapa juta.
Untuk dapat
memilih gel yang sesuai untuk suatu campuran yang akan dipisahkan perlu
diketahui tipe-tipe dari gel seperti :
· Sephadex
untuk pemisahan molekul yang besar dalam biokimia
· Biogel P
untuk molekul dengan bobot molekul 1.800 – 400.000
· Agarose untuk
molekul dengan bobot molekul > 500.000
· Styragel
untuk molekul dengan bobot molekul 1.600 – 40 juta
2)
Pembuatan Kolom
Kolom gel
dibuat dengan cara yang sama seperti kolom pertukaran ion. Gel mula-mula
dimuaikan dulu dengan pelarut selama beberapa jam, kemudian dimasukkan ke dalam
kolom dalam bentuk bubur. Lapisan gel ditopang dengan gelas wool atau jala
nilam dan diusahakan tidak ada gelembung udara yang terperangkap di dalam
lapisan dengan cara permukaan zat cair di atas lapisan.
3)
Pemasukkan Cuplikan
Sampel
dimasukkan secara berhati-hati sehingga tidak merusak lapisan. Elusi biasanya
dilakukan di bawah tekanan hidrostatik (atmosfer) yang tetap untuk memperoleh
laju aliran yang tetap.
4)
Deteksi
Metode
deteksi yang umum meliputi pengumpulan dan penganalisaan fraksi-fraksi eluat.
Metode deteksi secara kontinyu dilakukan dengan hasil pemisahan yang dilewatkan
wadah-wadah dimana dilakukan pengukura-pengukuran seperti spektrofotometri UV,
index bias atau radioaktivitas.
5) Pemakaian
a)
Penghilangan garam (desalting)
Menghilangkan garam dan molekul kecil dari makromolekul dan merupakan masalah
umum dalam pemisahan biokimia.
Desalting
dengan mudah dapat dilakukan dengan kolom gel yang sederhana dengan laju aliran
yang tinggi.
b)
Pemekatan
Larutan encer
makromolekul dengan Bobot Molekul lebih tinggi dari exclusion limit suatu gel
dapat dipekatkan dengan menggunakan sifat higroskopis dari gel kering. Bila gel
kering dimasukkan dalam larutan encer maka air dan garam-garam serta molekul
yang kecil akan terpisah oleh gel tersebut, sedang makromolekul tertinggal
dalam larutan sisa dengan kadar lebih tinggi.
c)
Pemisahan
Untuk
senyawa-senyawa berbobot molekul tinggi seperti protein, pestisida, asam
nukleat, polisakarida, enzim dan hormon.
d.
KROMATOGRAFI
AFINITAS
Dalam sistem ini fasa diam berupa suatu kerangka
zat padat yang mempunyai afinitas berlainan dengan berbagai senyawa. Pemisahan
terjadi karena komponen hasil reaksi akan dapat melewati keluar sedang komponen
yang belum/tidak bereaksi akan tertahan oleh fasa diam. Proses ini digunakan
misalnya dalam reaksi enzimatis secara kontinyu. Enzim mula-mula diikatkan pada
fasa diam, kemudian zat yang akan direaksikan dialirkan melalui kerangka yang
telah mengikat enzim tersebut.
4.
SPEKTROFOTODENSITOMETRI – TLC SCANNER
Analisa kuantitatif dari KLT dapat dilakukan baik pada plat maupun setelah
noda komponen diekstraksi dari plat. Cara mana diantara
keduanya yang sebaiknya dipilih, tergantung dari berbagai persoalan analisa
yang dihadapi, seperti misalnya keberulangan yang diinginkan, sifat
komponen-komponen yang akan dipisahkan dan jumlah cuplikan yang tersedia.
Salah
satu cara analisa kuantitatif yang sering digunakan adalah dengan mengukur
transmisi dari noda yang menyerap sinar ultra violet. Pada cara ini, sinar yang
diabsorpsi oleh sejumlah tertentu luas lapisan absorben, dimana terdapat noda
komponen dibandingkan terhadap sinar
yang diabsorpsi oleh sejumlah sama lapisan absorben yang bersih (tanpa noda
komponen). Pada analisa kuantitatif dengan KLT, keberhasilan analisa sangat
dipengaruhi oleh ketelitian volume larutan yang ditotolkan, besar titik totolan
dan jarak antar totolan serta jarak elusi yang berpengaruh pada besarnya
bercak. Pada pengukuran spektrofotometri secara densitometri, faktor-faktor
tersebut akan berpengaruh pada kadar zat yang dianalisa.
Sumber kesalahan yang lain
adalah penggunaan mikrokapiler ukur dan alat penyuntik mikro (microsyringe)
dalam hal penotolan larutan uji pada plat lapis tipis. Kesalahan tersebut dapat
diatasi menggunakan teknik penyemprotan sampel secara otomatis yang bekerja
secara elektronik. Larutan dalam microsyringe disemprotkan pada KLT menggunakan
gas nitrogen. Dengan teknik penotolan ini, noda bercak yang terbentuk setelah
dielusi diharapkan dapat terpisah dengan baik.
Noda yang mempunyai sifat dapat
mengabsorpsi sebagian sinar, dapat terdeteksi hanya jika bahan plat yang
dipakai tidak mengabsorpsi terlalu kuat pada panjang gelombang pengukuran.
Pengukuran sinar yang diabsorpsi tidak perlu dilakukan pada seluruh noda.
Pengukuran tesebut cukup dilakukan hanya pada sebagian kecil noda saja. Untuk
itu harus digunakan lebar celah sinar yang cukup sempit.
Alat yang dipakai untuk mengukur
transmisi sinar ini disebut densitometer
dan prinsip pengukurannya adalah sebagai berikut ini :
Berkas sinar dengan panjang
gelombang tertentu, melalui suatu celah yang sempit, dikenakan dan digerakkan
sepanjang plat kromatogram. Pada waktu sinar datang pada lapisan absorban tanpa noda, maka sinar dipantulkan kembali
seluruhnya (gambar). Sebaliknya jika sinar datang pada lapisan absorban, dimana
terdapat noda, maka sebagian sinar akan diserap oleh noda. Oleh karena itu,
jumlah sinar yang dipantulkan akan berkurang.
Perbedaan intensitas sinar ini
yang diubah oleh detektor menjadi signal listrik dan dicatat oleh pencatat atau
rekorder sebagai suatu puncak seperti
pada gambar. Alat densitometer yang telah dilengkapi dengan pencatat dikenal
dengan nama TLC – Scanner.
Luas
puncak atau tinggi puncak dari kromatogram ( a ) di atas sebanding dengan
intensitas noda komponen yang berarti pula sebanding dengan konsentrasi
komponen. Prinsip inilah yang dijadikan dasar analisa kuantitatif.
Adapun prinsip dari
analisa kuantitatif secara spektrofotodensitometri dengan TLC – Scanner adalah
plat yang sudah dipisahkan dimasukkan dalam spektrofotodensitometer, kemudian
bercak dikenai sumber cahaya atau gelombang elektromagnetik kemudian direfraksi
di detektor, direkam dalam rekorder. Dengan mengingat keterbatasan pemisahan
senyawa kompleks, pemakaian metode spektrofotodensitometri untuk analisa
kuantitatif masih sangat terbatas, tetapi metode ini memiliki berbagai
keuntungan, antara lain :
a. Evaluasi kuantitatif dapat diulang tanpa harus melakukan pemisahan
kromatogram lagi. Misalnya selektivitas penetapan dapat diperbaiki dengan merubah model scanning atau panjang
gelombang yang digunakan.
b. Sensitivitas deteksi dapat lebih ditingkatkan dengan tidak adanya fasa
gerak.
c. Waktu scanning atau pengamatan lebih santai karena dapat dihentikan
sewaktu-waktu pada panjang gelombang yang dikehendaki.
e. Instrumentasi
Alat TLC – Scanner mempunyai rancang bangun
tertentu, meliputi sumber cahaya, perangkat pemilih panjang gelombang (
monokromator ), detektor, serta rekorder.
1.
Sumber
cahaya
Sebagai sumber cahaya digunakan lampu Deuterium untuk daerah
ultraviolet
( 200 – 370 nm ), daerah cahaya tampak
digunakan lampu Halogen ( 370 – 700 nm ). Apabila pengukuran dengan intensitas
yang lebih tinggi digunakan lampu Mercury ( Hg ) atau Xenon. Lampu-lampu
tersebut dipilih salah satu sesuai dengan kebutuhan.
2. Perangkat
Pemilih Panjang Gelombang ( Monokromator )
Sumber cahaya yang digunakan biasanya memancarkan radiasi
kontinyu pada panjang gelombang yang lebar. Tetapi pengukuran dilakukan pada
panjang gelombang yang hampir monokromatis, atau idealnya monokromatis. Maka
diperlukan alat yang dapat memisahkan radiasi polikromatis menjadi hampir
monokromatis. Ini berupa filler atau monokromator. Bagian-bagian monokromator
meliputi :
a)
Celah
masuk ( entrance slit )
Tempat masuknya radiasi dari sumber cahaya
b)
Collimator
Mirror
Berupa
lensa atau cermin cekung untuk mensejajarkan cahaya
c)
Alat Dispersi
Berupa cermin untuk menguraiakan radiasi
panjang gelombang
d)
Concave
Mirror
Berupa lensa atau cermin cekung untuk memfokuskan cahaya
e)
Celah
keluar ( exit slit )
Tempat
keluarnya radiasi yang hampir monokromatis jatuh tegak lurus menuju sampel
(kromatogram).
3.
Detektor.
Foton dari cahaya tampak
atau ultraviolet mempunyai cukup energi untuk melepaskan elektron dari permukaan senyawa tertentu. Aliran
elektron semikonduktor menimbulkan arus listrik sebanding dengan foton yang
diserap.
4.
Rekorder
Sinyal
elektronik yang dihasilkan oleh detektor harus diubah menjadi bentuk yang dapat
diinterpretasikan. Hal ini dilakukan menggunakann alat elektronik berupa rekorder atau komputer.
f.
METODE
SCANNING
Dalam spektrofotodensitometri terdapat dua macam
metode scanning, yaitu :
1)
Linear
Scanning ( Slit Scanning )
Gambar Skema Slit Scanning
Berkas sinar
berupa celah panjang ( harus lebih besar
dari lebar noda ), memayar plat KLT ke
arah lebar.
2)
Zigzag Scanning
( Flying Spot Scanning )
Berkas sinar berupa bujur sangkar, memayar
ke kiri – kanan, mencakup keseluruhan bercak sambil maju lurus bertahap ke arah
tertentu.
Gambar
Skema Zigzag Scanning
Dua cara
Scanning tersebut, bukan sumber sinar yang bergerak, tetapi plat KLT yang
bergerak. Gerakan ini menurut sumbu X dan sumbu Y, sehingga kebebasan untuk
mengatur sebelumnya sesuai dengan tujuan analisa. Noda hendaknya bulat dan
teratur agar memberikan hasil dengan satu puncak dan berbentuk simetris, namun
umumnya bercak pada kromatogram tidak selalu mempunyai bentu, ukuran dan
distribusi yang sama. Bercak bulat dan distribusi konsentrasi uniform, scanning
linear sudah cukup. Bercak yang mempunyai bentuk, ukuran dan distribusi
konsentrasi yang tidak seragam, scanning linear tidak memberikan pengukuran
yang akurat. Bercak yang demikian digunakan cara scanning zigzag.
g. ANALISIS
KUANTITATIF
Luas
Area sampel
Luas
Area standar
Atau
Luas
area sampel mg
baku Vol. sampel
% Kadar = ¾¾¾¾¾¾¾ x ¾¾¾ x ¾¾¾¾¾ x 100
%
Luas
area baku mg spl
Vol.baku
5.
KROMATOGRAFI GAS
Kromatografi
gas adalah suatu cara untuk memisahkan senyawa atsiri dengan melewatkan arus
gas melalui fasa diam. Bila fasa diam berupa zat padat ®
kromatografi gas padat ( GSC ). Didasarkan pada sifat penjerapannya kemasan kolom untuk
memisahkan cuplikan teutama cuplikan gas. Kemasan kolom yang lazim dipakai
adalah gel adalah silika gel, ayakan molekul dan arang. Bila fasa diam berupa zat cair ®
kromatografi gas cair ( GLC ). Fasa cair disaputkan berupa lapisan tipis pada
zat padat pembawa dan pemisahan didasarkan pada partisi, cuplikan yang masuk ke
dan keluar dari lapisan zat cair. Banyak fasa cair yang dapat digunakan sampai
suhu 400 oC mengakibatkan kromatografi gas cair merupakan bentuk kromatografi
gas yang paling serba guna dan selektif.
Keuntungan
Kromatografi Gas
a)
Kecepatan
Gas yang merupakan fasa bergerak sangat cepat mengadakan
kesetimbangan antara fasa bergerak dengan fasa diam. Kecepatan
gas yang tinggi dapat juga digunakan.
Hingga
waktu pemisahan sangat cepat ( diukur dalam menit).
b)
Sederhana
Alat kromatografi gas mudah dijalankan dan mudah
dipahami. Interpretasi data yang diperoleh cepat dan langsung, serta mudah.
c)
Sensitif
GLC (
Gas Liquid Chromatography ) sangat sensitive. Alat yang
paling sederhana dapat mendeteksi konsentrasi dalam ukuran 0,01 % ( = 100 ppm).
Alat-alat GLC yang lebih rumit dapat mendeteksi senyawa yang konsentrasinya
hanya beberapa ppm. Disebabkan sensitivias yang tinggi dari GLC maka hanya
memerlukan sejumlah kecil dari cuplikan, biasanya dalam ukuran mikroliter.
d)
Pemisahan ( Resolution = performance )
Dengan GLC memungkinkan untuk memisahkan molekul-molekul
dari suatu campuran, dimana hal ini tidak mungkin dipisahkan dengan cara-cara
lain.
e)
Analisa kualitatif
Dengan membandingkan waktu retensi. Waktu retensi ialah
waktu sejak penyuntikan sampai maksimum puncak. Sifat ini merupakan ciri khas
cuplikan dan fasa cair pada suhu tertentu. Beberapa senyawa mungkin mempunyai
waktu tambat yang saam atau berdekatan, tetapi tiap senyawa hanya mempunyai
satu waktu tambat saja. Waktu tambat ini tidak terpengaruh oleh adanya komponen
lain.
f)
Analisa kuantitatif
Dengan penghitungan luas puncak. Luas setiap puncak yang
terbentuk berbanding lurus dengan konsentrasi puncak tersebut.
g)
Alat GLC ( Gas Liquid Chromatography ) dapat dipakai
dalam waktu yang lama dan berulang-ulang.
INSTRUMEN KROMATOGRAFI GAS
Gambar Bagan
Alat Kromatografi Gas
Dasar kerja GLC adalah sebagai
berikut :
Cuplikan diinjeksikan kedalam injektor. Aliran gas dari
gas pengangkut akan membawa cuplikan yang telah teruapkan masuk ke dalam kolom.
Kolom akan memisahkan komponen-komponen dari cuplikan. Kemudian
komponen-komponen dideteksi oleh detektor dan sinyal dalam bentuk puncak akan
dihasilkan oleh pencatat.
Keuntungan cara elusi ini adalah :
1.
kolom terus menerus dipulihkan oleh fasa gas pembawa
2.
biasanya komponen cuplikan terpisahkan secara sempurna
dan hanya tercampuri oleh gas pembawa sehingga pengumpulan dan penentuan kadar
menjadi lebih mudah.
3.
waktu analisis pendek.
Kekurangannya adalah :
Komponen yang tertahan kuat akan bergerak sangat lambat,
atau dalam beberapa kasus tidak bergerak sama sekali.
1.
Gas pengangkut
Gas pengangkut ditempatkan dalam silinder bertekanan tinggi
(biasanya 150 atm). Gas yang sering digunakan : He, Ar, H2, N2
Pemilihan gas
sebagai gas pembawa tergantung dari tipe detektor yang digunakan.
Tipe
detektor
|
Gas
pembawa
|
TCD
|
H2,
He, Ar dan N2
|
FID
|
N2,
Ar, He
|
FPD
|
N2,
He
|
FTD
/ NPD
|
He,
N2
|
ECD
|
N2,
Ar + 10 % CH4
|
Syarat gas
pengangkut :
a.
harus inert, tidak bereaksi dengan cuplikan, pelarut dan
material dalam kolom.
b.
murni dan mudah diperoleh.
c.
sesuai/cocok untuk detektor.
d.
harus mengurangi difusi gas sehingga diperoleh koefisien
difusi rendah.
2.
Pengatur
tekanan dan pengatur aliran
Disebut
pengatur atau pengurang Drager. Drager bekerja baik pada 2,5 atm, dan
mengalirkan massa aliran dengan tetap. Tekanan lebih pada
tempat masuk kolom diperlukan untuk mengalirkan cuplikan masuk kedalam kolom.
Suhu kolom tetap diatur oleh thermostat, maka aliran gas tetap yang masuk kolom
akan tetap juga. Juga komponen-komponen akan dielusikan pada waktu yang tetap
disebut waktu penahanan (the retention time), tR. Karena kecepatan gas tetap,
maka komponen juga mempunyai volume karakteristik terhadap gas pengangkut =
volume penahanan (the retention volume), VR.
Kecepatan gas akan mempengaruhi efisiensi kolom.
Harga-harga yang umum untuk kecepatan gas untuk kolom
yang memiliki
diameter luar : ¼
inch
kecepatan gas : 75 ml / menit
1/8 inch :
kecepatan gas 25 ml / menit
Laju aliran optimum dapat ditentukan dengan berdasarkan
percobaan, denagn membuat grafik Van Deemter, H vs kecepatan gas linier. Laju aliran yang paling efisien
ialah pada H minimum atau pelat maksimum
3.
Tempat Injeksi
Cuplikan harus dalam bentuk fasa
uap. Gas dan uap dapat dimasukkan secara langsung. Kebanyakan senyawa organik
berbentuk cairan dan padatan, untuk itu perlu diuapkan dulu. Ini perlu
pemanasan sebelum masuk dalam kolom. Panas itu terdapat pada tempat injeksi.
Suhu tempat injeksi sekitar 50 oC lebih tinggi dari titik didih campuran dari
cuplikan yang mempunyai titik didih yang paling tinggi. Suhu tempat injeksi
tidak boleh terlalu tinggi, sebab kemungkinan akan terjadi perubahan karena
pana atau peruraian dari senyawa yang akan dianalisa. Cuplikan dimasukkan ke
dalam kolom dengan cara menginjeksikan melalui tempat injeksi dengan
pertolongan jarum injeksi yang sering disebut “ a gas tight syringe “. Karena
GLC sensitive, maka cuplikan tidak boleh diinjeksikan terlalu banyak. Biasanya
diinjeksikan 0,5 – 50 µl untuk gas dan 0,2 – 20 µl untuk cairan, padat terlarut
0,1 – 3 mg.
4.
Kolom
Bentuk dari kolom dapat lurus, bengkok misal berbentuk V
atau W, dan kumparan/spiral. Biasanya bentuk dari kolom adalah kumparan. Kolom
selalu merupakan tabung.
Tabung dapat terbuat dari :
· Tembaga
(murah dan mudah diperoleh), bereaksi dengan amina, asetilen, steroid, terpen.
· Plastik
(Teflon) dipakai pada suhu yang tidak terlalu tinggi.
·
Baja
(stainless steel), mahal
·
Aluminium
·
Gelas
Panjang
kolom dapat dari 1 m sampai 3 m. Diameter kolom mempunyai berbagai ukuran,
biasanya pengukuran berdasarkan diameter dalam dari kolom gelas yaitu 0,3 mm
hingga 5 mm. Kebanyakan kolom yang digunakan berupa stainless steel
dengan diameter luar (OD) dari 1/8 atau ¼ inch ( 0,3 atau 0,6 cm ). PAda GSC,
kolom diisi dengan penyerap (adsorbent), sedangkan GLC, kolom diisi dengan
“solid support” (padatan pendukung) yang diikat oleh fasa diam.
a. Jenis kolom
Volum
cuplikan untuk berbagai kolom :
Jenis
kolom
|
Ukuran
Cuplikan
|
|
Gas
|
Zat
cair
|
|
Preparatif
DL
1”, fasa cair 20 %
|
0,05
– 5 liter
|
0,02
– 2 ml
|
Analisis
biasa
DL ¼
“,fasa cair 10 %
|
0,5
– 50 ml
|
0,2
– 20 ml
|
Sangat efisien
DL 1/8 “, fasa cair 2 %
|
0,1
– 10 ml
|
0,04
– 4 ml
|
Kapiler
DL
1/6 “,lapis tipis 5,0 m
|
0,1
– 10 ml
|
0,004
– 0,5 ml
|
Pada dasarnya kolom kromatografi
gas dibedakan menjadi dua yaitu :
1)
Kolom
kemas, mempunyai ukuran panjang 1 – 4 m dan diameter dalam 1,6 – 9,5 mm.
2)
Kolom kapiler, mempunyai ukuran panjang 10 – 100 m dengan
diameter dalam berkisar 0,2 – 1,2 mm.
Kolom kapiler dibagi menjadi dua yaitu kolom “micro
packed” dan “open tubular”.
Tiga tipe kolom “open tubular” yaitu :
·
SCOT : Solid Coated Open Tubular
·
PLOT : Porous Layer Open Tubular
·
WCOT : Wall Coated Porous Tubular
WCOT adalah tipe kolom yang banyak
digunakan dengan ukuran panjang 10 – 30 m, diameter dalam 0,53 mm dan tebal
lapisan 1 – 2 mm.
Tipe kolom dan jumlah pelat teori (N)
Jenis kolom
|
Dimensi
|
Jumlah pelat teori (N)
|
Kolom kemas
|
2 m x 2,1 mm
4 m x 2,1 mm
|
7000
14000
|
Kolom “wide bore”
|
10 m x 0,53 mm
25 m x 0,53 mm
100 x 0,53 mm
|
11000
26000
10000
|
Kolom kapiler
|
25 x 0,53 mm
|
110000
|
Gambar Kolom Kemas
Gambar Kolom kapiler
b. Isi kolom
1) Padatan pendukung
Padatan pendukung
berfungsi mengikat fasa diam.Kebanyakan zat ini berupa tanah diatomae yang
telah dipanaskan/dikeringkan. Padatan pendukung mempunyai luas permukaan yang
besar yang dibutuhkan untuk mendistribusi fasa diam yang bersifat cairan dalam
CLC.
Persyaratan dari padatan pendukung yang baik :
a)
Inert
(tidak mengerp cuplikan).
b)
Kuat, stabil pada suhu suhu yang tinggi.
c)
Memiliki
luas permukaan yang besar 1 – 20 m2/g.
d)
Permukaan
yang teratur, ukuran yang sama : ukuran pori sekitar 10 m.
e)
Harus mempunyai tahanan yang rendah terhadapgas
pengangkut.
Padatan pendukung yang biasa digunakan adalah Keisulguhr
(forementionned-diatomaceus earth). Nama dalam perdagangan :
· Diatoport
· Celite
· Chromosorb
Padatan pendukung ini terutama terdiri dari SiO2
91
% - SiO2
5 % - Al2O3
2 % - Fe2CO3
0,5 % - CaO dan oksida oksida lainnya
Yang
paling penting adalah Chromosorb. Ada beberapa jenis Chromosorb
·
Chromosorb
G : luas
permukaannya kecil (0,5 m2/g),hingga hanya dapat digunakan untuk mengikat fasa
cair dalam jumlah yang sedikit ( ± 5 % ), merupakan materi yang sangat
keras; baik untuk pemisahan senyawa-senyawa polar.
·
Chromosorb
P : berwarna
kemerah-merahan (P=pink); digunakan untuk senyawa-senyawa yang apolar terutama
hidrokarbon.
·
Cromosorb
W : berwarna
putih, agak mudah hancur, terutama digunakan untuk senyawa senyawa polar.
Ukuran
dari padatan pendukung yang digunakan adalah :
·
untuk
kolom 1/8 inch : 100/120 atau 80/100 mesh
·
untuk
kolom ¼ inch : 60/80 atau 40/60 mesh.
100/120
mesh » 0,15 –
0,13 mm ; 80/100 mesh »
0,18 – 0,15 mm
60/80
mesh » 0,25 –
0,18 mm ; 40/60 mesh »
0,40 – 0,25 mm
Deaktivasi
permukaan padatan pendukung pada kolom kapiler dilakukan karena adanya gugus
silanol pada permukaan silika gel merupakan problem, bila senyawa yang akan
dipisahkan merupakan senyawa-senyawa polar (alkohol-alkohol atau hidrokarbon
aromatis) akan teradsorpsi oleh gugus-gugus silanol tersebut sehingga kan
mempengaruhi ke hasil kromatogram, akan terjadi peak brodening atau peak
tailing.
Deaktivasi padatan pendukung dilakukan
dengan Reaksi Silanisasi :
CH3 CH3
- Si – OH + Cl – Si – Cl ® - Si – O – Si – Cl + HCl
CH3 CH3
CH3 CH3
(Silanisasi)
Fused silica capillaries ( Highly purified
materials)
2)
Fasa Diam
Dalam
GLC fasa diam berupa cairan. Pada fasa cairan ini pemisahan komponen-komponen
dari cuplikan terjadi. Dasar kerja adalah Partisi antara fasa caian dan fasa gerak
(gas).
Persyaratan untuk fasa cair yang baik adalah sebagai
berikut :
a)
Cuplikan-cuplikan harus menunjukkan koefisien distribusi
yang berbeda.
b)
Cuplikan-cuplikan harus mempunyai kelarutan tertentu
dalam pelarut (fasa cair).
c)
Fasa cair harus mempunyai tekanan uap yang sangat rendah
pada suhu-suhu yang tinggi : 0,01 – 0,1 mm Hg.
d)
Secara kimia harus stabil dan inert.
e)
Harus mempunyai kekentalan yang rendah, sehingga tidak
mengikat gas.
f)
Harus dengan baik tersebar dan mengikat pada padatan
pendukung.
g)
Harus larut dengan baik pada pelarut organik yang
mempunyai titik didh rendah.
Beberapa
fasa cair yang digunakan
Fasa
cair
|
Jenis
cuplikan
|
Polaritas
|
Suhu
maksimum
|
Squalene
|
Hidrokarbon
|
Non
polar
|
125 oC
|
Metilsilikon
|
Steroid,
Peptida,
Alkaloida,
Ester
|
Non
polar
|
300 oC
|
Sianosilikon
|
Semua
jenis
|
Agak
polar
|
275 oC
|
Resin
poliamida
|
Senyawa
amino
|
Polar
|
300 oC
|
Carbowax
20
|
Alkohol,
amino aromatik,keton
|
Polar
|
250 oC
|
Pemilihan fasa diam didasarkan pada cuplikan-larutan
dalam fasa cair. Dengan kata lain dari komponen cuplikan dan fasa diam harus
sama untuk memperoleh pemisahan yang baik. Sehingga senyawa polar akan terpisah
dengan baik pada fasa cair yang polar dan senyawa senyawa non polar akan
terpisah dengan baik pada fasa cair yang non polar.
c. Suhu Kolom
Suhu kolom harus cukup tinggi
sehingga analisis dapat diselesaikan dalam waktu yang layak dan harus cukup
rendah sehingga pemisahan yang dikehendaki tercapai.
Aturan
umum :
Kenaikan 30 oC dapat menurunkan ½
harga k sehingga menurunkan ½ dari tR menyebabkan
waktu analisis akan turun.
Jadi suhu
kolom yang baik adalah :
· Harga
rata-rata dari titik didih sampel
- Di
atas titik lebur dari sampel
- Tergantung
dari % fasa cair pada padatan pendukung
- Di
bawah suhu maksimum kolom
d. Dasar
kerja kolom
Dasar kerja kolom dalam GLC adalah pemisahan
komponen-komponen dari cuplikan terjadi di antara gas pengangkut dan fasa cair.
Proses pemisahan dapat dipandang sebagai serangkaian dari partisi dimana
cuplikan masuk ke dalam larutan dari fasa dan selang waktu akan teruapkan lagi.
Di dalam GLC harus diketahui juga tentang waktu penahanan ( the retention time
) = tR yaitu waktu dimana cuplikan
ditahan oleh fasa diam.
e. Kromatografi
gas suhu konstan (Isotermal)
Kromatogram gas biasnya diperoleh dengan kolom yang
dijaga pada suhu konstan (isotermal). Kerugiannya :
· puncak-puncak
awal tajam, berimpitan (resolusi jelek), puncak-puncak akhir rendah, melebar.
· Senyawa-senyawa dengan titik didih tinggi
sering tidak terdeteksi (utamanya : campuran yang tidak diketahui komposisinya
dan rentang titik didihnya lebar)
· Untuk
itu dihindari dengan ”PROGRAM SUHU”
f. Kromatografi
gas suhu terprogram
Kelebihan :
· mengijinkan
pemisahan senyawa dengan rentang titik didih yang luas jauh lebih cepat
dibanding teknik isotermal.
· Puncak-puncak
kromatogram lebih tajam/ramping dan bentuknya lebih seragam, dengan demikian :
5. Detektor
Pada detektor, komponen-komponen
cuplikan yang telah terpisah dideteksi. Ciri detektor yang dikehendaki adalah :
·
kepekaannya
tinggi
·
tingkat
deraunya rendah
·
kelinieran
tanggapannya lebar
·
tanggap
terhadap semua jenis senyawa
·
kuat
· tidak
peka terhadap perubahan aliran dan suhu
·
harganya
murah
Dua macam detektor yang populer :
a)
Detektor
hantaran panas ( The Thermal Conductivity Detector = TCD ) juga disebut
Katharometer.
b)
Detektor ionisasi nyala ( The Flame Ionisation Detector =
FID )
c)
Detektor mengubah sejumlah sifat-sifat molekul dari
senyawa organik menjadi arus listrik. Arus ini diteruskan ke pencatat untuk
menghasilkan kromatogram.
d)
Komponen merupakan gambar dari jawaban (respon) detektor
vs waktu.
Sehingga detektor memberikan data :
a)
Kualitatif : mendeteksi ada beberapa komponen terelusi
b)
Kuantitatif :
kebanyakan luasan dari puncak yang terelusi sebanding dengan massa komponen
yang terelusi.
Detektor hantaran panas (TCD) peka terhadap konsentrasi,
tetapi juga tergantung pada kecepatan dari gas pengangkut. Hingga untuk analisa
kuantitatif yang teliti kecepatan gas pengangkut harus dibuat tetap.
Keuntungan TCD :
·
tidak
merusak cuplikan
·
semua
macam molekul dapat dideteksi
Kekurangan
TCD :
a.
kurang sensitif, biasanya 6 x 10 –10 g / det
b.
FID hampir peka terhadap semua senyawa, kecuali H2O, CS2
dan beberapa gas (gas mulia, O2, N2). FID tidakmemberikan puncak udara. FID
sangat tergantung pada kecepatan alir gas.
Kecepatan alir gas yang paling baik adalah :
Gas pengangkut N2 : 30
ml/min atau dengan perbandingan
1 : 1 : 10
H2 : 30 ml/min
Udara : 300 ml/min
Keuntungan FID :
sangat
sensitif » 9 x 10 –13 g/det ® ± 1000 x
lebih sensitif daripada TCD, perbandingan jumlah minimum yang dapat dideteksi
oleh :
FID ~ 2.10
–11
TCD ~ 1.10-5
Kerugian FID
cuplikan
harus dibakar, sehingga cuplikan menjadi rusak.
6. Rekorder
Alat ini berupa
gawai listrik mekanik untuk menghasilkan krpmatogram. Untuk menghasilkan hasil
kuantitatif yang teliti, harus dicek tentang kelinieran, rentang, kecepatan
pena, pita mati dan nol listrik.
7. Suhu Pada GLC / Termostat
Ada tiga macam
suhu yang penting untuk pemisahan yang baik dalam GLC
a. Suhu tempat injeksi
Disimpulkan sebagai berikut :
1)
Harus
cukup tinggi untuk menguapkan cuplikan. Biasanya = 50 oC lebih tinggi
daripada titik didih dari komponen cuplikan. Harus dicoba hingga diperoleh bentuk puncak yang paling
baik.
2)
Tidak
telalu tinggi sebab kalau terlalu tinggi akibatnya kemungkinan terjadinya
perubahan oleh panas atau peruraian dari molekul-molekul.
b. Suhu kolom
1)
Dalam
semua hal : di atas titiklebur dari fasa cair, tetapi di bawah suhu maksimum
yang diperbolehkan dari fasa cair.
2)
Dalam praktek suhu kolom berdasarkan atas kompromi.
Suhu suhu yang
lebih rendah memberikan pemisahan lebih baik, tetapi waktu retensi lebih
panjang.
3) Waktu retensi menjadi lipat dua
untuk setiap 30 oC penurunan suhu kolom.
c. Suhu detektor
Cukup
tinggi untuk mencegah kondensasi dari cuplikan. Keadaan ini dapat dilihat pada
kromatogram dengan adanya pelebaran puncak atau hilangnya puncak.
Dengan
TCD (The Thermal Conductivity Detector), suhu detektor harus tetap dijaga,
tetap ± 0,1
oC.
Untuk FID ( The Flame Ionisation Detector), pengontrolan suhu tidak
begitu penting.
1. Derivatisasi
Beberapa sampel tidak
dapat langsung diinjeksikan pada Kromatografi gas, karena :
·
polaritasnya tinggi
·
volatilitasnya rendah
·
tidak stabil terhadap panas
Untuk itu dibuat derivat yang volatil, umumnya dengan pereaksi sililasi
dengan Si(CH3)3 atau special silyating agents yang mengandung Cl, Br.
Derivatisasi pada
kromatografi gas bertujuan untuk :
·
merubah struktur molekul atau polaritas analit untuk
tujuan kromatografi yang baik
·
untuk menstabilkan analit
·
untuk meningkatkan kemampuan deteksi
·
untuk merubah matriks guna pemisahan yang lebih baik
Reaksi derivatisasi sebaiknya :
·
cepat dan kuantitatif
·
hasil samping seminimal mungkin
· kelebihan
pereaksi harus tidak mengganggu analit atau mudah dihilangkan dari campuran
Pada kromatogram gas normal, tidak ada puncak-puncak
kecil, tetapi berupa bentuk-bentuk kurva yang disebut kurva-kurva Gauss
(pelebaran puncak), bila keadaannya lebih jelek akan menghasilkan puncak-puncak
berekor atau pemanjangan di muka.
Hal ini disebabkan adanya :
a.
Difusi Eddy (olakan) : difusi ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa kecepatan gas pengangkut tidak sama di dalam seluruh kolom. Ini
disebabkan oleh kenyataan, bahwa bagian-bagian dari pori yang dilalui tidak
sama panjang “Multipath Effect” (pengaruh jalan berganda).
b.
Difusi molekular : terutama dalam fasa gas,
molekul-molekul cuplikan dapat bergerak dalam arah yang salah disebabkan oleh
difusi.
c.
Kesetimbangan yang lambat : beberapa molekul tetap
tinggal lama, lainnya sebentar dalam fasa diam (hal ini disebabkan oleh
perbedaan-perbedaan suhu yang kecil).
d.
Harga k tidak tetap : disebabkan perbedaan rasio
distribusi dalam kolom.
Keempat faktor ini menyebabkan
perbedaan puncak.
Faktor 1,2,3 memberikan pelebaran
puncak yang simetris.
Faktor 4 menyebabkan pelebaran
puncak yang tidak simetris.
Pelebaran-pelebaran puncak terjadi dalam berbagai metoda
analisa. Dalam keadaan yang paling buruk dapat menyebabkan puncak saling
tumpang tindih.
Pemisahan R (resolution) adalah pemisahan nyata antara
dua puncak berdekatan :
2d
R
= ¾¾¾¾ dalam hal dua puncak dengan luas sama
W1 + W2
Jika R = 1 pemisahan adalah 98 %
Untuk pemisahan yang baik R harus : R ≥ 1,5 ini berarti
pemisahan ≥ 99,7 %.
Pemisahan
dari puncak-puncak dalam kromatografi erat hubungannya dengan dua faktor :
a.
Efisiensi kolom : pelebaran puncak merupakan hasil dari
bentuk kolom dan kondisi operasi.
b.
Efisiensi pelarut : hasil dari interaksi cuplikan dengan
fasa diam, efisiensi pelarut menentukan kedudukan relative dari jalur-jalur
solue pada sebuah kromatogram.
a.
Efisiensi Kolom
Efisiensi kolom diukur sebagai jumlah pelat teoritis : N
L
HETP
= ¾¾
N
N = jumlah pelat teoritis dari suatu kolom
L = panjang (cm) dari kolom tersebut
Efisiensi kolom tergantung pada :
·
pelarut
= fasa diam
·
solut/zat
yang dilarutkan = cuplikan
·
suhu
· kecepatan
aliran (dari gas pengangkut)
·
ukuran
dari cuplikan
a.
Teori
Pelat
Pelat atau lebih baik HETP, adalah
tinggi (atau panjang) dari kolom yang cukup untuk tercapainya kesetimbangan
antara solut dalam fasa gerak dan fasa cair yang tetap. Lebih banyak pelat yang
dimiliki oleh kolom, akan memberikan puncak yang lebih kecil, atau efisiensi
lebih baik.
Pelat
teoritis berhubungan dengan pelebaran puncak pada kromatogram.
L s2
HETP
= ¾¾ = ¾¾ L
N x2
N = 16 (
x/y)2 ini berasal dari N = (x/s)
2 dimana y = 4s
X = jarak dari injeksi ke puncak maksimum
Y = panjang
dari garis dasar terpotong oleh tangen-tangen dari kurva pada titik-titik
pertemuan (biasanya 2/3 dari tinggi)
s = deviasi standar
b.
Teori Kelajuan / Kecepatan
Teori kelajuan
dikembangkan oleh Van Deemter, bentuk persamaan tersebut :
HETP = A + B/µ + Cµ
µ : kecepatan linier gas (atau kelajuan aliran) melalui
kolom :
panjang kolom (cm)
µ = ¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
waktu penahanan udara (det)
A
: difusi olakan ( the eddy diffusion = efek jalan ganda)
B : difusi molekular : pendefusian solut dalam gas
pengangkut
C : penahanan terhadap perpindahan massa
Ini adalah ukuran dari jumlah atau kekentalan dari fasa
diam (cair) di dalam kolom. Jika harga-harga A, B dan C tertentu, maka kita
dapat melihat persamaan dasar Van Deemteer harus terdapat kecepatan kelajuan
gas pengangkut optimum, dimana akan bekerja pada keadaan tersebut.
µopt
= HETPopt
Jika
digambarkan :
HETP = A + B/µ + Cµ
HETPmin = A + 2 Ö B.C
Untuk
meningkatkan efisiensi kolom :
a.
Padatan pendukung harus terbuat dari partikel-partikel
yang kecil, ukurannya sama
b.
Kecepatan alir gas pengangkut adalah optimum pada HETPopt
c.
Gas pengangkut BMnya besar, biasanya N2
d.
Fasa diam yang digunakan harus mempunyai kekentalan
rendah.
e.
Jumlah fasa diam yang dipakai biasanya 1 – 10 % berat
padatan pendukung.
f.
Perbandingan antara gas pengangkut yang masuk dan keluar
harus rendah tekanan yang masuk 1,5 – 2,5 atm.
g.
Pemisahan
akan lebih baik pada suhu kolom yang rendah ® analisa lama.
h.
Diameter kolom kecil ®
pemisahan baik ( 1/8 atau 1/16 inch ).
b.
Efisiensi Pelarut
Efisiensi pelarut didefinisikan sebagai perbandingan dari
koefisien-koefisien partisi, atau waktu-waktu retensi yang teratur.
x1, x2 : waktu
retensi (volume) dari puncak 1,2
x1’, x2’ : waktu
retensi terkoreksi atau diatur dari puncak 1,2
Efisiensi pelarut, a = x2’
/ x1’ = k2/k1
Koefisien distribusi (=partisi),k , tergantung pada suhu.
Harga k
turun dengan kenaikan suhu, karena molekul-molekul akan lebih lama berada dalam
fasa gas pada suhu yang lebih tinggi.
Untuk
menghitung jumlah teoritis yang dibutuhkan, juga menentukan panjang kolom yang
diperlukan adalah :
a k2’ + 1
N yang dibutuhkan = 16 R2 ( ¾¾¾ ) 2 (¾¾¾¾ ) 2
a - x k2’
R : pemisahan
(resolution)
a : efisiensi pelarut
k2’ : faktor kapasitas
waktu retensi terkoreksi
¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
waktu retensi udara
Pemakaian umum KGC:
· pemisahan
dan identifikasi semua tipe senyawa organik volatile
· penentuan
kualitatif dan kuantitatif
· dapat
menentukan konformasi molekul (isomer) dan stereoisomer
· dapat
diautomatisasikan
Penggunaan lazim
· pemisahan
snyawa dalam campuran dan deteksi untuk identifikasi kualitatif dan kuantitatif
· digunakan
dalam industri untuk analisis bahan dasar, intermediet atau produk akhir
· digunakan
dalam pemakaian di lingkungan, forensik, farmasi dan klinik/kedokteran
Kromatografi gas telah digunakan secara berhasil terhadap
sejumlah besar senyawa-senyawa dalam berbagai bidang baik terhadap senyawa
organik maupun anorganik. Bahkan senyawa logam sebagai khelat yang mudah
menguap dapat ditangani secara memuaskan. Persyaratan yang dibutuhkan hanya
tekanan uap yang cocok pada suhu saat analisa akan dilakukan.
ANALISIS KROMATOGRAFI GAS
1.
Analisis kualitatif
Tujuan
dari analisa kualitatif pada GLC adalah identifikasi dari suatu komponen atau
lebih dari duatu cuplikan. Jika ingin menguji dua senyawa adalah sama dengan
GLC maka diperlukan :
· melakukan
analisa dua kali pada dua kolom yang berbeda.
·
Dua
analisa yang lain pada suhu yang berbeda.
Bila kemudian ternyata didapatkan
bahwa waktu waktu retensinya sama, maka kita dapat mengatakan bahwa dua senyawa
adalah sama.
Waktu retensi
dari suatu senyawa dapat diulang dengan hasil yang sama, tetapi waktu retensi
yang tidak terkoreksi jarang digunakan karena tergantung dari panjang dan
diameter kolom, fasa cair, suhu kolom, kecepatan aliran, jenis gas pembawa,
“dead volume” dari peralatan, sehingga yang paling baik adalah menggunakan
waktu retensi relatif.
2.
Analisa
kuantitatif
Analisa kuantitatif dalam GLC
berarti menentukan jumlah ( % ) dari komponen komponen yang terpisah dari suatu
cuplikan. Respon detektor dibuat nyala oleh pencatat, dapat diubah menjadi
konsentrasi/berat dari suatu komponen dari cuplikan. Hal hal yang perlu
dilakukan dalam analisa kuantitatif adalah :
a.
Cara
cara pengukuran puncak
Dengan
cara mengukur ketinggian puncak dan mencari luas puncak
b.
Faktor
faktor koreksi
c.
Standarisasi,
digunakan dua cara :
1)
Eksternal
Dengan cara
jumlah yang pasti dari cuplikabn murni diinjeksikan. Harga dari luasan puncak
kemudian digambarkan lawan berat berat senyawa yang diketahui yang diinjeksikan
hingga diperoleh kurva kalibrasi. Kelinieran dari sistem untuk larutan berarti bahwa :
Area/luas
Konstanta
(C) = ¾¾¾¾¾¾
Konsentrasi
Konsentrasi dari cuplikan yang tidak diketahui
:
Luas
terukur
Konsentrasi
= ¾¾¾¾¾¾
Konstanta
(C)
2)
Internal
Mempunyai keuntungan yang utama yaitu bahwa kita tidak
memerlukan volume yang diketahui untuk diinjeksikan .
Caranya adalah sebagai berikut :
Tambahkan pada cuplikan dengan berat yang tepat sejumlah
standar internal, juga berat yang tepat dengan konsentrasi kira-kira sama
(biasanya 10 %)
Tentukan faktor koreksi dalam suatu analisa yang
terpisah, untuk semua komponen yang diukur.
Persen berat dari setiap komponen
cuplikan dapat dihitung dengan :
Luas senyawa x berat standar internal x
100
% berat = ¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
faktor koreksi x luas
standar internal x berat cuplikan
d.
Kesalahan
kesalahan dalam analisis
Kemungkinan kesalahan kesalahan pada analisis dapat
timbul sari :
· Cara
penyiapan cuplikan
· Penampilan
detektor
· Cara
kuantitatif
· Penghitungan
UJI KESESUAIAN SISTEM
Merupakan suatu aplikasi umum pada instrumen kromatografi gas.Konsep uji
kesesuaian sistem tersebut berdasarkan bahwa baik sistem instrumen,pereaksi,
kondisi percobaan,metode analisis, contoh maupun analisis adalah merupakan
sistem yang harus diuji fungsinya. Tujuannya adalah untuk mengetahui
apakah suatu sistem kromatografi gas yang digunakan memenuhi syarat yang telah
ditentukan sehingga mutu data yang dihasilkan dapt dipercaya dan
dipertanggungjawabkan. Menurut FI Ed IV data kesesuaian sistem diperoleh dari
hasil penyuntikan berulangkali ( 5 – 6 kali ) baik dari larutan baku maupun
larutan uji. Dilakukan sebelum kromatografi gas digunakan. Parameternya
meliputi presisi, faktor ikutan (tailing factor), resolusi, efisiensi kolom dan
waktu retensi relatif.
6.
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan pengembangan dari kromatografi
kolom,mekanisme pemisahan yang terjadi pada fasa diam dari kromatografi dengan
cara berbeda-beda. Pemisahan sangat tergantung hubungan antara fasa diam dan
senyawa yang diuji atau linarut. Kromatografi kolom sevara umum dikenal sebagai
kromatografi yang mempunyai fasa diam padatan atau solid, dan fasa gerak
cairan,sehingga disebut Liquid
solid chromatography, atau LSC. Kromatografi kolom pada umumnya digunakan untuk pemisahan
secara kasar sehingga hasil yang didapatkan belum murni. Dari kromatografi kolom
(LSC) dikembangkan dengan sistem tertutup, perpindahan massanya semula hanya
karena gravitasi,kemudian dikembangkan dengan menggunakan tekanan, karena itu
namanya disebut High
Pressure Liquid Chromatography atau HPLC.
Perkembangan
teknologi turut mempengaruhi penampilan HPLC ini seperti otomatisasi,
komputerisasi maka penampilan alat pemisahan ini lebih banyak difungsikan
sebagai alat analisis dan mempunyai penampilan yang mengagumkan,sehingga HPLC
menjadi High
Performance Liquid Chromatography
HPLC diterjemahkan
menjadi Kromatografi Cair Tekanan Tinggi atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT).Semula kegunaan dan tipe KCKT terutama untuk analissi kemudian kegunan
untuk pemisahanpun dikembangkan, maka faktor yang sangat berpengaruh dalam
mekanisme pemisahan selalu terjadi,seperti :
a.
daya serap zat atau kapasitas fasa diam
b.
ukuran partikel fasa diam
c.
bentuk susunan partikel fasa diam
d.
sifat pelarut
e.
kelarutan cuplikan dalam pelarut
b.
kecepatan fasa gerak dalam kolom
c.
suhu sistem kromatografi
Dari faktor-faktor
tersebut didapatkan rumus :
Cs
KD = ¾¾
Cm
KD : koefisien
distribusi
Cs : kadar
senyawa dalam fasa diam
Cm : kadar
senyawa dalam fasa gerak
Atas dasar
rumus di atas,dua zat atau lebih dapat dipisahkan dengan kromatografi kolom
bilaharga KD masing-masing senyawa jauh berbeda. Perbedaan harga KD, akan
menghasilkan daya tambat untuk setiap analit atau linarut (senyawa yang
dianalisis) berbeda sehingga dapat terpisah dengan sempurna,tetapi rumus
senyawa yang hampir mirip dan daya tambatnya tidak jauh berbeda akan sulit
dipisahkan dengan cara kromatografi.
Bila digambarkan pita pemisah yang
ada di dalam kolom adalah sebagai berikut :
Daya pisah dapat dirumuskan
sebagai berikut :
2 ( t2 – t1 )
R = ¾¾¾¾¾¾
( W1 + W2 )
t1 :
adalah waktu tambat puncak 1
t2 :
adalah waktu tambat puncak 2
W1 :
lebar alas puncak 1
W2 :
lebar alas puncak 2
Daya tambat sangat tergantung
kemampuan interaksi antara linarut dengan fasa diam, kemampuan interaksi
tersebut menimbulkan kemampuan memilih dari fasa diam terhadap linarut yang
ketetapannya dinamakan a, atau selektivitas. Faktor ukuran
dan bentuk partikel fasa diam akan menentukan kemampuan menampung linarut.
A. INSTRUMENTASI HPLC
Secara umum diagram sistem HPLC
dapat terlihat sebagai berikut :
Gambar Bagan Alat KCKT
Perangkat KCKT terdiri dari beberapa unit utama :
·
Solvent delivery sistem atau lebih mudah dikenal dengan
pompa, bagian yang dapat menimbulkan tekanan tinggi pada seluruh sistem
·
Reservoir fasa gerak
·
Injektor, merupakan sistem yang dipergunakan untuk
menempatkan dan memasukkan sample/cuplikan yang akan dianalisis
·
Sistem pemisah, adalah bagian dari system yang berfungsi
untuk memisahkan campuran menjadi komponen-komponen penyusunnya (fasa diam dan
fasa gerak)
·
Detektor, merupakan bagian dari system yang berfungsi untuk
mendeteksi komponen-komponen senyawa yang telah berhasil dipisahkan
(ultraviolet, refractive index, fluoresensi)
·
Integrator, adalah bagian yang berfungsi untuk memproses
signal bentuk “peak peak”, berikut luas daerah di bawah puncak atau tinggi
puncak
1. Solvent
Delivery System
a.
Karakteristik Sistem Pompa
KCKT
merupakan suatu kesatuan sistem yang dilengkapi dengan pompa yang mampu
memberikan tekanan tinggi. Adanya tekanan tinggi tersebut dapat mempertinggi
efisiensi pemisahan campuran senyawa yang dipisahkan. Sistem pompa yang akan
digunakan adalah suatu sistem pompa yang dapat dilakukan pengaturan kecepatan
alir (“flow rate”), volume, tekanan secara mantap serta tidak menimbulkan
gelombang udara. Pompa yang baik untuk kelengkapan KCKT adalah pompa yang dapat
dilakukan pengaturan limit tekanan; baik tekanan maksimum maupun minimum.
b. Kriteria
Pompa Yang Baik :
1) flow rate
(kecepatan alir) fase gerak harus stabil ( 0,2 – 2 ml/menit atau bahkan 0 – 10
ml/menit).
2) Adanya
perbedaan kecepatan alir akan menyebabkan penyimpangan pada resolusinya (waktu
retensi, luas puncak atau tinggi puncak).
3) Harus mudah
pengaturannya.
4) “Pulseless
flow”
5) Hal ini
penting dalam mempertahankan kestabilan integrator terutama pada analisis
pelacakan.
6) Dapat
dioperasikan pada tekanan tinggi ( 3000 – 6000 psi )
7) Tahan
terhadap bahan kimia
8) Dapat
ditentukan batas maksimal tekanan
9) Dapat diatur
untuk penggunaan “Gradient elution”
10) Tekanan
system dapat diketahui setiap saat
11) Mempunyai
“dead volume” yang rendah
12) Sistem HPLC
dapat dioperasikan dengan suhu yang bervariasi
13) Mempunyai
wadah fasa gerak (reservoir) yang relative besar dan mudah diisi
14) Mudah
dilakukan penggantian fasa gerak
15) Kecepatan
alir dapat diatur dengan rentang lebar
2.
Fase Gerak
Pelarut untuk
KCKT dan harga P’nya diukur dari data kelarutan oleh Rohrshneider dan
diterapkan oleh Sydner.
Fasa
Normal
|
Fasa
Balik
|
||
Pelarut
|
P’
|
Pelarut
|
P’
|
Heksana
|
0,1
|
Air
|
10,2
|
1
Klorobutana
|
1,0
|
DMSO
|
7,2
|
Isopropil
eter
|
2,4
|
Etilenglikol
|
6,9
|
Metilen
klorida
|
3,1
|
Asetonitril
|
5,8
|
Kloroform
|
4,1
|
Metanol
|
5,1
|
Etanol
|
4,3
|
Aseton
|
5,1
|
Etil
asetat
|
4,4
|
Etanol
|
4,3
|
Metanol
|
5,1
|
Tetrahidrofuran
|
4,0
|
Asetonitril
|
5,8
|
|
|
Pelarut yang
digunakan perlu berderajat kemurnian yang tinggi, karena makin banyak
kontaminan yang ada (kualitatif maupun kuantitatif) dapat mempengaruhi interpretasi
peak (puncak) yang timbul.
Pemilihan
fasa gerak didasarkan atas berbagai macam faktor antara lain sistem,
compatibility, kolom, sistem elusi, kelarutan sample, kualitas solvent, air.
Pelarut ini
tidak menyerap sinar UV secara berarti dengan demikian dapat dipakai dengan
detektor UV l 254 nm.
Kepolaran campuran dua sembarang pelarut dapat
dihitung dengan rumus :
P’ = fa + fb.P’b
fa : fraksi
volum pelarut A P’a dan P’b
: angka P’ pelarut murni
fb : fraksi
volum pelarut B
Pernyataan
yang dipakai untuk memaparkan perilaku linarut tertentu ialah harga k’ atau
faktor pemisahan.
tr – tm
k’ = ¾¾¾¾
tm
Vr – Vm
k’ = ¾¾¾¾
Vtm
k’, merupakan
ukuran berapa banyak linarut ditahan oleh kolom, angka k’ yang tinggi berarti
bahwa linarut lama ditahan di dalam kolom. Angka k’ yang dipakai dalam
kromatografi gas dan KCKT serat Rf yang dipakai dalam KLT, berbanding terbalik
dalam keadaan ideal,
1
Rf = ¾¾¾¾
1 + k’
Untuk mencari hubungan antara k’ dan P’
digunakan persamaan :
k2’ P1’-P2’/2
¾¾ = 10
k1’
Persamaan di
atas berlaku untuk fasa normal, dimana pelarut yang lebih polar menghasilkan
harga k’ yang lebih kecil.
Untuk
kromatografi fasa balik dimana pelarut yang kepolarannya lebih rendah
menghasilkan harga k’ yang lebih kecil, persamaannya :
k2’ P2’-P1’/2
¾¾
= 10
k1’
3.
Injektor
Cuplikan yang
dimaksudkan ke dalam kolom tidak seperti pada metode kromatografi kolom yang
konvensional (sistem gravitasi) akan tetapi perlu menggunakan unit penyuntikan.
Unit penyuntikan ini dapat menampung sampel dengan berbagai macam variasi
banyaknya sampel (tergantung jenis alatnya). Kualitas injeksi cuplikan ke dalam
system (menggunakan syringe) perlu dilakukan pengontrolan secara periodik agar
dapat selalu terjamin terjadinya volume injeksi yang konstan/stabil (tekanan,
kecepatan ,proses injeksi).
a.
Menyiapkan
cuplikan
Menyiapkan
cuplikan untuk KCKT bergantung pada sumber dan sifat cuplikan. Dalam beberapa
kasusu, cuplikan dapat diubah secara kimia untuk menghasilkan senyawa yang
mudah dipisahkan atau lebih mudah dideteksi setelah pemisahan. Akan tetapi,
pada umumnya cuplikan dilarutkan ke dalam pelarut sedikit, disaring dan
disuntikkan ke dalam aliran pelarut. Secara ideal pelarut yang dipakai untuk
melarutkan cuplikan seharusnya sama dengan fasa gerak. Untuk pekerjaan
analitik, biasanya konsentrasi cuplikan dalam jangka 1 µg/ µl ( 1 mg/ml ).
Untuk pekerjaan preparatif konsentrasi lebih besar. Jika cuplikan tidak melarut
dengan cukup dalam pelarut yang dipakai untuk kromatografi, harus dipilih
pelarut yang kepolarannya lebih rendah dari pelarut pengelusi.
Ukuran
cuplikan yang sebenarnya sangat beragam, bergantung pada ukuran kolom, system
detector, jenis kromatografi yang dilakukan (analitik atau preparatif) dan
tingkat kesukaran pemisahan. Untuk pemisahan analitik dalam kolom kecil,
cuplikan ialah 10 -5 g atau lebih kecil per gram kemasan kolom. Untuk pekerjaan
preparative dipakai cuplikan sekitar 10 -3 g atau lebih besasr per gram
kemasan.
b.
Sistem
penyuntikan
Memasukkan
cuplikan ke dalam kolom KCKT sama seperti pada Kromatografi gas, yaitu kita
harus menyuntikkan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak melawan tekanan balik
yang mungkin sangat tinggi, dan cuplikan harus dimasukkan berupa sumbat
sesempit mungkin untuk memperkecil pelebaran pita.
Cuplikan
dapat disuntikan melalui septum karet atau plastik dengan semprit dan jarum
asalkan tekanan balik lebih kecil dari 1500 psi. Pada tekanan yang lebih
tinggi, pompa dapat dimatikan untuk mengurangi tekanan dan dihidupkan lagi
setelah penyuntikan tanpa distorsi kromatografi yang terlalu besar, ini disebut
penyuntikan aliran henti. Masalah utama pada septum ialah bahwa partikel
cenderung lepas dari septum dan menyumbat sistem.
Sebagian
besar penyuntikan sekarang dilakukan dengan memakai sistem katup geser seperti
terlihat pada gambar berikut :
Gambar Sistem Penyuntikan Katup Geser
Pada kedudukan pengisian, dalam gambar kanan, larutan cuplikan dimasukkan
ke dalam lingkar cuplikan dengan semprit. Ukuran lingkar (volumenya) menentukan
ukuran cuplikan, karena biasanya larutan disuntikkan sampai larutan keluar dari
pipa limbah. Ketika cuplikan dimasukkan ke dalam lingkar, aliran dari pompa ke
kolom tidak terganggu. Ketika katup diputar ke kedudukan penyuntikan pada
bagian kanan gambar, pelarut pembawa dibelokkan untuk mengangkut isi lingkar
cuplikan ke dalam kolom.
Setelah
dipakai, semprit, lingkar cuplikan, pipa limbah, dan katup harus dibersihkan
dengan hati hati dengan pelarut segar atau cuplikan berikutnya sebelum dipakai.
4. Kolom : Fase
Diam atau Kemasan
Berikut adalah beberapa fase diam untuk KCKT dan
struktur kimianya;
Permukaan tak terikat, polar
Silika Si
– OH
Alumina Al
– OH
Permukaan terikat, nonpolar
Oktadesil Si - O – Si(CH2)17CH3
Oktil Si
- O – Si(CH2)7CH3
(CH3)2
Metil Si
- O – Si(CH3)3
Fenil Si
- O – Si(CH2)3C6H5
(CH3)2
Amino Si
- O – Si(CH2)3NH2
(CH3)2
Siano Si
- O – Si(CH2)3CN
(CH3)2
Diol Si
- O – Si - CH – CH2 – CH2OH
(CH3)2 OH
Kolom mempunyai
fungsi untuk memisahkan senyawa yang akan dianalisis sehigga dapat dideteksi
secara individual. Fasa diam dapat berupa permukaan zat padat yang berfungsi
sebagai medium yang menjerap atau permukaan zat cair yang terdapat pada sejenis
zat padat.
a. Memilih kemasan
Pemilihan
kolom (kemasan) yang akan dipakai untuk cuplikan yang sifatnya tidak dikenal
harus didasarkan pada sifat kimia umum linarut, sifat kelarutannya dan
ukurannya.
Penuntun pemilihan kolom
Kelarutan cuplikan dalam
|
Kepolaran
|
Kolom
|
Sistem
|
Pelarut Organik
|
Rendah
|
Silika
|
Fase Normal
|
Siano
|
|||
Amino
|
|||
Metil (C1)
|
|||
Fenil
|
Fase Balik
|
||
Oktil (C8)
|
|||
Oktadekil (C18)
|
|||
Siano
|
|||
Metil
|
|||
Air
|
Tinggi
|
Fenil
|
Fase Balik
|
Oktil
|
|||
Oktadekil
|
|||
Metil
|
|||
Amino
|
Non ion
|
Fenil
|
Fase Balik
|
Oktil
|
|||
Oktadekil
|
|||
Ion
|
Metil
|
Modifikasi ion
|
|
Oktil
|
|||
Oktadekil
|
b. Rancangan kolom
Disamping
sifat kimia dasar kemasan kolom, ada beberapa pilihanlain yang harus
ditentukan. Kemasan dapat dilekatkan pada penyangga berpori atau penyangga
keras yang ukuran partikelnya dapat beragam. Pada umumnya sebagian besar KCKT
dilakukan pada butir berpori dengan garis tengah 3 – 10 µm. Bahan tersebut
menghasilkan daya pisah terbaik serta kapasitas tertinggi, tetapi mempunyai
kekurangan yaitu memerlukan tekanan yang agak tinggi untuk menjalankannya.
Panjang kolom
KCKT biasanya sekitar 5 – 25 cm, berbeda dengan kolom Kromatografi gas yang 0,5
– 30 m atau lebih. Ini disebabkan oleh keefisienan KCKT yang sangat tinggi
(lebih dari 100.000 pelat teori/m dibanding dengan 5000 pelat teori/m pada
Kromatografi gas) dan akan diperlukan tekanan yang lebih tinggi jika kolom
lebih panjang.
c. Kolom
pelindung
Kolom dalam
KCKT mahal, tetapi tidak seperti kolom yang dipakai dalam kromatografi kolom
konvensional, kolom KCKT dapat dipakai berulang ulang. Untuk melindungi kolom
dan memperpanjang masa pakainya, kolom pelindung atau prakolom sering dipasang
antara katup pemasukkan dan kolom utama. Kolom pelindung ini sering mengandung
kemasan yang serupa dengan kemasan yang dipakai dalam kolom utama, tetapi
sering terdiri dari butiran yang lebih kasar, lebih besar ( 20 – 40 µm ) dan
tersaputi, bukan bahan berpori seperti yang terdapat di dalam kolom utama.
Kolom pelindung pelikel dapat dikemas kering dan kolom pelindung menahan
linarut yang dapat menyumbat kolom utama.
5. Sistem elusi
Berdasarkan eluen yang digunakan :
a. Sistem elusi
isokratik
Eluen dicampur di
luar dengan komposisi tepat, digunakan satu atau campuran fase gerak dengan
perbandingan yang tepat.
b. Sistem elusi
gradien
Dengan
menggunakan campuran fase gerak yang perbandingannya berubah pada waktu
tertentu.
Berdasarkan tekanan
yang digunakan
a.
Sistem elusi tekanan tinggi
Eluen ½ x disemprot dalam KCKT
b.
Sistem elusi tekanan rendah
6.
Sifat elusi
Liquid Chromatography fasa normal :
·
Fasa diam lebih polar daripada fasa gerak ® senyawa polar terelusi belakangan
·
Semakin non polar fasa gerak ® waktu retensinya makin panjang
Liquid Chromatography fasa terbalik :
· Fasa diam
lebih non polar daripada fasa gerak maka senyawa polar terlusi lebih dahulu
·
Semakin polar fasa
gerak maka senyawa yang non polar lebih kuat tertahan
7.
Detektor
Merupakan bagian yang berfungsi untuk mendeteksi senyawa/solute secara
kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa yang dapat mempengaruhi signal detektor adalah :
· Variasi flow rate
· Gelembung udara dalam sistem
· Fluktuasi
· Tekanan balik
Sifat yang dipunyai
detektor dapat dibagi menjadi berbagai aspek yaitu :
· Sensitivitas
· Selektivitas
· Linearitas
· Respon detektor
Bermacam-macam jenis detektor, seperti spektrofotometer, spektrofluorometer,
refraktometer, konduktometer, radioaktif.
a. Spektrometer
UV – Vis
Digunakan untuk senyawa yang mempunyai respon terhadap sinar UV atau sinar
tampak.
b. Refraktometer
Digunakan untuk senyawa senyawa yang tidak mempunyai kromofor. Kepekaannya
lebih rendah dibanding dengan detektor lain. Merupakan detektor umum yang
digunakan untuk segala senyawa yang larut dalam fasa gerak. Kelemahan detektor ini adalah :
· Tidak dapat
digunakan dalam keadaan suhu dan tekanan yang berubah ubah
·
Stabilitasnya
rendah
c.
Spektrofluorometer
Lebih peka dari
pada detektor spektrofotometer UV – Vis maupun refraksi indeks, tetapi senyawa
yang diuji sangat terbatas hanya untuk senyawa yang berfluoresensi.
Detektor di atas dikategorikan dalam
a.
BULK
PROPERTY DETECTOR
Mengukur sifat solut dan fasa gerak, misal :
detektor indeks bias
b.
SOLUTE PROPERTY DETECTOR
Hanya mengukur sifat solut, misal : UV detektor
³ 1000 x
sensitif daripada BPD
Dalam lingkup
detektor perlu informasi istilah yang sering digunakan :
a. Noise
Adalah variasi signal detektor yang terlihat pada kertas pencatat tanpa
beban solute
b.
Elektronic noise
Seperti noise tetapi disebabkan karena fluktuasi tegangan listrik,
frekuensi sirkuit alat dan radio frekuensi. Electronic noise akan dapat
terdeteksi pada “base line” yang bergetar sehingga data/garis base line akan
berbentuk seperti gambaran rmput.
c. Long Term
noise
Terlihat pada
gambaran base line berupa puncak lembah. Penyebab utama :
·
Terdapatnya gas/udara dalam detektor sel
·
Adanya variasi tekanan dan flow rate
·
Variasi
temperature
d.
Short
Term noise
Terlihat pada
gambaran base line yang tampak seperti bulu bulu yang biasanya mempunyai
rentang frekuensi 1 cycle / 5 detik
e.
Drift
Terlihat pada base
line, walaupun lurus tetapi tidak lagi horizontal melainkan bergerak naik ke
atas atau ke bawah (akan menyesatkan analisis kuantitatif). Disebabkan
oleh kebocoran pada rangkaian sistem, variasi temperatur, perubahan fasa gerak,
gelembung udara dalam detektor.
Kesalahan yang
ditimbulkan pada analisis KCKT dapat digolongkan :
1. Kesalahan
sistematik : pola hasil analisis bergeser ke pola lain
2. Kesalahan
random : hasil analisis bertebar disekitar nilai rata-rata
3.
Kesalahan
pada alat :
a. pompa dan sistem pengontrol
b. sampel yang diinjeksikan
B.
ANALISI KUALITATIF DAN KUANTITATIF DENGAN
HPLC
1.
Analisa
kualitatif
dibandingkan
dengan standard yaitu tr dan a (efisiensi pelarut)
tr2 Kd2
retensi
relatif = ¾¾ a = ¾¾
tr1 Kd1
2.
Analisa
kuantitatif
perbandingan
area sampel dengan standard.
Cara pelaksanaan :
a.
Penormalan
area
area
% A = ¾¾¾¾ x 100 %
å area
dengan anggapan :
·
semua
zat terelusi sempurna
·
respon
detektor sama
·
tanpa
zat standar
sesuai untuk komponen yang tidak berdekatan
b.
Faktor
koreksi
Dilakukan koreksi detector
Area A / FA
% A = ¾¾¾¾¾¾ x 100 %
å area / FABCD
c.
Standard
eksternal
Menggunakan
zat standar yang sama dengan sampel,dengan berbagai keadaan, kemudian dibuat
grafik area vs kadar dan dihitung koefisien korelasinya.
d.
Standard
internal
Menggunakan
zat standard yang lain dengan sampel tetapi sifat fisiknya mirip.
e.
Adisi
standard
Untuk sampel yang sangat kecil
Sampel + standard dengan kadar bervariasi
Semakin tinggi standard maka area semakin
besar
LA
Sampel
A = ¾¾¾¾¾¾ x
Konsentrasi standar A
L standard A
Dengan catatan :
·
dipilih
luasarea yang mendekati
·
koefisien
korelasi sesuai
1. Analisa
Kualitatif
tr sampel
tr relatif = ¾¾¾¾¾
tr baku
tr relatif » 1
2.
Analisa Kuantitatif
LA
sampel mg baku P sampel
Kadar
= ¾¾¾¾¾ x ¾¾¾¾¾ x
BR 10 tablet x ¾¾¾¾¾ x
100 %
LA
baku mg sampel P baku
LA : Luas
area P : Pengenceran BR : Bobot
rata-rata
C. KESESUAIAN
SISTEM
Sebelum sistem KCKT digunakan harus dilakukan
pengujian fungsi alat yang disebut Uji Kesesuaian Sistem. Tujuan uji kesesuaian
sistem adalah untuk mengetahui apakah sistem kromatografi yang digunakan
memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam monografi sehingga mutu data yang
dihasilkan dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan FI Ed. IV / 1995, data uji kesesuaian
sistem dari hasil penyuntikan berulang (
5 – 6 kali ) baik larutan baku maupun
larutan uji.
Parameter uji kesesuaian sistem meliputi:
1.
Presisi ( %
RSD )
100 S (
xi – x )2 1/2
RSD ( % ) =
¾¾ ¾¾¾¾¾¾
X N – 1
Keterangan :
RSD ( % ) = simpangan baku relatif dalam %
Xi = hasil suatu pengukuran
individual
N = jumlah
pengukuran yang dilakukan
X = harga rata-rata pengukuran
Presisi adalah merupakan salah satu parameter uji yang berguna untuk
menguji keberulangan dari penyuntikan ulang yang mengandung analit.
Keberulangan dari penyuntikan ulang umumnya dinyatakan dalam simpangan baku
relatif.
Penyuntikan ulang dari larutan baku umumnya dinyatakan dalam masing-masing
monografi. Jika batas RSD yang ditetapkan kurang dari atau sama dengan 2,0 %
maka digunakan penyuntikan ulang 5 kali, sedangkan jika batas RSD yang
ditetapkan lebih dari 2,0 % maka digunakan data dari 6 kali penyuntikan ulang.
2.
Faktor ikutan
( tailing factor )
Faktor ikutan merupakan kesimetrisan suatu puncak. Keakuratan
akan berkurang jika faktor ikutan bertambah. Faktor ikutan dapat dinyatakan
dengan rumus :
W0,05
T =
¾¾¾
2 f
W0,05 = lebar
puncak pada 5 % tinggi
F = jarak dari maksimum puncak sampai tepi muka
puncak, diukur pada titik dengan ketinggian 5 % dari tinggi puncak terhadap
garis dasar.
3. Efisiensi kolom
Efisiensi kolom adalah jumlah pelat dan merupakan ukuran
ketajaman suatu puncak. Jumlah pelat teori dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
t
N =
16 ( ¾¾ ) 2
W
t = waktu
retensi diukur saat penyuntikan samapai saat elusi maksimum puncak (detik)
W = lebar
puncak ( mm )
Faktor faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi kolom
adalah ukuran partikel dan suhu kolom, laju alir dan viskositas fasa gerak,
serta berat molekul zat uji. Pada umumnya jumlah lempeng teoritis lebih 2000
dianggap cukup memadai.
4. Resolusi
Resolusi adalah suatu ukuran seberapa baik dua puncak
terpisah sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif secara akurat
2 (
t2 – t1 )
R = ¾¾¾¾¾
W1 + W2
t1 dan t2 = waktu
retensi dari dua puncak kromatografi
W1 dan W2= lebar puncak puncak yang diukur dengan
cara ekstrapolasi sisi puncak yang relatif lurus terhadap garis datar
Untuk mendapatkan
pemisahan yang baik nilai resolusi lebih besar 1,5.
5.
Faktor
kapasitas
Faktor kapasitas adalah suatu parameter yang menyatakan kemampuan suatu zat
tertentu untuk berinteraksi dengan system kromatografi. Faktor kapasitas dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Jumlah zat
fasa tetap
K’ = ¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
Jumlah zat fasa gerak
t t -
to
K’ = ¾¾ - 1 = ¾¾¾
to to
t = waktu retensi dari zat
to = waktu retensi
dari puncak yang ditahan kolom
Untuk pemisahan yang
baik nilai k’ harus lebih besar dari 2.
6. Retensi relatif
Retensi relatif ialah ukuran dari letak relatif dua puncak dan dinyatakan
dengan rumus sebagai berikut :
k’2 t2 - to
a = ¾¾¾ = ¾¾¾¾
k’1 t1 - to
Kromatografi Lapis Tipis
Preparatif
Proses isolasi yang terjadi berdasarkan
perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen
kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap
adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan
kecepatan yang berbeda sehingga hal ini yang menyebabkan pemisahan.
Kromatotron
Proses isolasi yang terjadi berdasarkan
adsorpsi dan partisi. Adsorpsi adalah senyawa kimia dapat terpisah-pisah
disebabkan oleh daya serap adsorban terhadap tiap-tiap komponen kimia tidak
sama. Sedangkan partisi adalah kelarutan tiap-tiap komponen kimia dalam cairan
pengelusi (eluen) tidak sama dimana arah gerakan eluen disebabkan oleh gaya
sentrifugal sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang
berbeda-beda yang menyebabkan terjadinya pemisahan.
FRAKSINASI DENGAN
KROMATOGRAFI VAKUM CAIR
·
Pada
prinsipnya adalah kromatografi kolom yang dipercepat proses elusinya dengan
bantuan alat vakum (penghisapan)=> waktu lebih cepat, lazimnya hanya 2 – 3
jam saja.
·
Tujuan
KVC, untuk fraksinasi senyawa-senyawa dalam suatu ekstrak (menyederhanakan
campuran senyawa)
Tahapan pelaksanaan KVC :
1.
Pencarian
eluen yang akan digunakan untuk KVC
Prinsipnya :
·
dicari
eluen yang memisahkan noda kromatogram dengan Rf mulai 0,1 hingga Rf = 0,5.
·
untuk
menghemat pelarut, biaya lebih murah
& menghindari efek toksik yang terjadi, lazimnya digunakan campuran
n-heksana:etilasetat.
2. Penyiapan kolom KVC
Prinsipnya :
·
Berat
sampel yang akan dipisahkan akan menentukan pemilihan diameter kolom KVC yang
akan digunakan, dengan arahan ketentuan :
Berat sampel (g)
|
Diameter kolom KKT (cm)
|
Silika kolom (g)
|
Perbandingan sampel : silica kvc
|
15 – 25
|
14
|
150 – 250
|
1 : 10 – 1 : 15
|
3 – 5
|
10
|
60 – 125
|
1 : 20 – 1 : 25
|
1 – 2
|
7
|
30 – 80
|
1 : 30 – 1 : 40
|
·
Tinggi
silica dalam kolom KVC lazimnya hanya 5
cm, hingga tinggi maksimal = diameternya (Silica G 60, Katalog Merck :
7730/7731)
·
Packing
kolom dilakukan dengan cara : silica dalam kolom KVC dengan dibantu vakum,
ditekan-tekan hingga rata, selanjutnya
dihomogenkan dengan eluen (fase gerak) n-heksana.
Catatan : Kolom telah homogen, jika silica tidak ada yang retak &
waktu dialiri eluen merata
3.
Penyiapan sampel dengan impregnasi
·
Sampel dilarutkan dalam pelarut yang paling sesuai (larut dengan
sempurna). Jika ada sebagian tidak larut, hendaknya sampel yang tidak larut
tersebut dipisahkan terlebih dahulu dari larutan dengan penyaringan biasa.
Larutan sampel kemudian dicampurkan dengan silika gel impreg (mesh 30 – 70, Katalog : 7733) dengan perbandingan 1:2 antara sampel dengan silica, dan
diuapkan pada tekanan rendah menggunakan rotary
epaporator sampai kering (bebas pelarut).
·
Sampel yang sudah di-impregnasi dimasukkan ke dalam kolom KVC, dan
pada bagian atas sampel diberi kertas saring untuk menghindari penyebaran
ekstrak kedalam eluen.
4.
Fraksinasi
Fraksinasi
dilakukan dengan menggunakan eluen yang telah terpilih, jumlah fraksi lazimnya
hanya 12 – 20 fraksi untuk fraksinasi tahap pertama. Volume eluen untuk setiap
kali elusi tergantung dari diameter kolom KVC, dengan arahan sbb. :
Berat sampel (g)
|
Diameter kolom KKT (cm)
|
Volume eluen per-elusi (mL)
|
15 – 25
|
14
|
100 – 175
|
3 – 5
|
10
|
75 – 125
|
1 – 2
|
7
|
50 – 75
|
5.
Pemekatan fraksi dengan cara evaporasi
Pemekatan
fraksi dilakukan untuk tujuan agar saat masing-masing fraksi ditotolkan dalam
plat KLT, lebih pekat sehingga mempercepat dalam penotolan & noda
kromatogram lebih baik.
6.
Analisis KLT hasil fraksinasi
Masing-masing
fraksi hasil KKT ditotolkan pada plat KLT, dibandingkan dengan sampel/ekstrak
dan standar (chemical marker standar, jika punya). Eluen yang dapat digunakan
untuk analisis KLT adalah eluen yang memberikan nilai Rf 0,2 – 0,8 untuk
noda-noda kromatogram yang diamati. Fraksi yang memberikan noda kromatogram
tunggal dan memiliki Rf sama dengan standar, menunjukkan senyawa murni hasil
isolasi yang sama dengan standarnya, selanjutnya digabungkan.
7.
Penggabungan fraksi
Berdasarkan
analisis KLT terhadap fraksi-fraksi, maka fraksi yang memiliki noda-noda
kromatogram yang mirip dengan nilai Rf yang sama digabungkan, selanjutnya
dievaporasi untuk ditentukan beratnya. Fraksi gabungan yang memiliki noda
kromatogram lebih sederhana dengan berat yang signifikan dapat dilanjutkan
untuk pemurnian. Atau fraksi gabungan yang memiliki noda kromatogram dari
chemical marker yang akan diisolasi, dimurnikan lebih lanjut dengan cara KKT
atau kromatografi radial atau KLT preparative.
PEMURNIAN FRAKSI DENGAN CARA
KROMATOGRAFI KOLOM TEKAN
Tahapan pelaksanaan KKT :
1. Pencarian
eluen untuk pemurnian.
Prinsipnya :
· dicari eluen yang memisahkan noda
kromatogram yang terbaik, dengan Rf = 0,2 – 0,3.
·
untuk
senyawa flavonoid & turunannya, lazimnya dipakai campuran (kloroform:n-heksana),
(kloroform:etilasetat) atau (kloroform:methanol) tergantung sifat polaritas
dari chemical marker yang akan dimurnikan.
·
Untuk
senyawa terpenoid, lazimnya dipakai campuran n-heksana:etilasetat atau n-heksana:kloroform.
2.
Penyiapan kolom KKT
Prinsipnya :
·
Berat
sampel yang akan dipisahkan akan menentukan pemilihan diameter kolom KKT yang
akan digunakan, dengan arahan ketentuan :
Berat sampel (mg)
|
Diameter kolom KKT (cm)
|
< 50
|
1
|
100 – 250
|
2
|
250 – 500
|
3
|
· Tinggi silica dalam kolom 15 – 17 cm
(Silica G 60 mesh 60 – 200, Katalog Merck : 7734)
·
Silica
dalam kolom KKT dihomogenkan dengan eluen (fase gerak) yang telah terpilih
untuk pemurnian, hingga tidak nampak adanya gelembung-gelembung udara (eluen
boleh diulang-ulang untuk dimasukkan dalam kolom KKT). Catatan : selama
mengelusi tidak boleh kering, eluen melewati batas atas silica dalam kolom.
3.
Penyiapan sampel dengan silica impreg
(mesh 30 – 70, Katalog : 7733)
Sampel dilarutkan dalam pelarut yang paling sesuai (larut
dengan sempurna). Jika ada sebagian tidak larut, hendaknya sampel yang tidak
larut tersebut dipisahkan terlebih dahulu dari larutan dengan penyaringan
biasa. Larutan sampel kemudian dicampurkan dengan silika gel (dengan
perbandingan 1:2 antara sampel dengan silica), dan diuapkan pada tekanan rendah
menggunakan rotary epaporator sampai
kering (bebas pelarut). Sampel yang sudah di-impregnasi dimasukkan ke dalam
kolom KKT, dan pada bagian atas sampel diberi kapas secukupnya saja.
4.
Fraksinasi/pemurnian dengan
KKT
Fraksinasi dengan kolom KKT bertujuan untuk mendapatkan senyawa murni
dalam beberapa fraksi hasil pemisahan dengan KKT. Eluen yang digunakan lazimnya
hanya satu system campuran pelarut (polaritasnya tetap), lazimnya dibutuhkan
250 – 500 mL.
Masing-masing fraksi ditampung dengan volume = 5 – 20 mL. Dan sebelum
dihentikan atau dibongkar, fraksi yang terakhir dianalisis KLT dengan
dibandingkan dengan sampelnya. Jika semua senyawa atau chemical marker target
sudah keluar semua, proses fraksinasi dapat dihentikan.
5.
Analisis KLT hasil fraksinasi/pemurnian
Masing-masing fraksi hasil KKT ditotolkan pada plat KLT, dibandingkan
dengan sampel/ekstrak dan standar (chemical marker standar, jika punya). Eluen
yang dapat digunakan untuk analisis KLT adalah eluen yang memberikan nilai Rf
0,2 – 0,8 untuk noda-noda kromatogram yang diamati. Fraksi yang memberikan noda
kromatogram tunggal dan memiliki Rf sama dengan standar, menunjukkan senyawa
murni hasil isolasi yang sama dengan standarnya, selanjutnya digabungkan.
6.
Analisis kemurnian hasil isolasi
Fraksi gabungan yang memberikan noda kromatogram tunggal dengan nilai
Rf sama dengan standarnya, dielusi
dengan 3 (tiga) system eluen yang berbeda-beda (sifat polaritasnya). Misal;
system I campuran heksana:etilasetat; system II campuran kloroform:methanol;
system III campuran heksana:kloroform:etilasetat.
Jika dengan 3 system eluen yang berbeda tersebut, menunjukkan noda
kromatogram tunggal dapat disimpulkan bahwa isolat tersebut telah murni. Jika belum murni, biasanya memerlukan 1
tahapan kromatografi lagi untuk memurnikannya. Jika telah murni dapat
ditentukan kandungan chemical marker dalam ekstrak dengan metode densitometer
(TLC scanner) atau HPLC.
Mohon maaf, mau tanya, sumbernya darimanakah? terimakasih sebelumnya?
ReplyDelete